Perbandingan pendidikan

Senin, 27 Oktober 2014

aliran ilmu kalam asy'aiyah dan maturidiyah


MAKALAH
ALIRAN SYARIYAH DAN MATURIDIYAH

“disusun untuk memenuhi tugas presentasi”


Dosen Pengampu:
Muhammad Nur Hadi, M.PdI

Oleh:
Kelompok III

Dewi Nur Jannah (201386010051)
KHusnul Khotimah (201386010045)
Maslukhi Ulin Nuha (201386010055)
Nasikhul Amin (201386010037)


FAKULTAS AGAMA ISLAM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
2014


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Munculnya berbagai macam golongan-golongan aliran pemikiran dalam Islam telah memberikan warna tersendiri dalam agama Islam. Pemikiran-pemikiran ini muncul setelah wafatnya Rosulullah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya berbagai golongan dengan segala pemikiranya. Diantaranya adalah faktor poitik sebagaimana yang telah terjadi pertentangan antara kelompok Ali dengan pengikut Muawiyah, sehingga memunculkan golongan yang baru yaitu golongan khawarij. Lalu muncullah golongan-golongan lain sebagai reaksi dari golongan satu pada golingan yang lain.
Asy'ariyah sebagai salah satu aliran dalam teologi Islam, mencuat ke atas secara vulgar sebagai manifestasi sikap kritis dan reaktif terhadap pemikiran yang berembang sebelumnya terutama aliran Mu'tazilah. Pendiri aliran ini tidak pernah memberikan label nama tertentu terhadap aliran ini, tapi para pengikutnyalah yang  memberii narna dengan menisbatkan kepada pendirinya yakni Abu Hasan Ibnu Ismail al-Asy’ari.
Aliran Maturidiyah, baik Samarkand maupun Bukhara, sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya. Adapun balasan yang di perolehnya kelak di akhirat tergantung pada apa yang di lakukan di dunua.

1.2  Rumusan Masalah

1.2.1        Sejarah aliran Asy’ariah dan Maturidiyah
1.2.2        Pemikiran aliran Asy’ariah dan Maturidiyah
1.2.3        Tokoh-tokoh aliran Asy’ariah dan Maturidiyah

1.3  Tujuan

1.3.1        Supaya mahasiswa bisa menggali lebih dalam apa itu  ilmu kalam klasik yang di pelopori oleh Asy’ariyah dan Maturidiyah
1.3.2        Mahasiswa mengetahui aliran-aliran ilmu kalam klasik
1.3.3        Mahasiswa mengetahui siapa saja tokoh-tokoh yang di pelopori oleh Asy’ariyah dan Maturidiyah .

























BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Sejarah munculnya aliran Asy’ariah dan Maturidiyah

1.      Aliran Asy’ariah

Aliran asy’ariah dibangun oleh Abu hasan Ali bin isma’il Al-Asy’ari (873-935 M) dalam ilmu kalam, aliran ini sering disebut sebagai aliran tradisonal. pada mulanya al-juba’i adalah sorang tokoh mu’tazilah sehingga menurut al-Husain Ibn Muhammad al-’askari, aljubbai berani mempercayakan perdebatan dengan lawan kepada al-’asyari. hal ini memperlihatkan bahwa al-asy’ari  adalah seorang yang pada mulanya penganut mu’tazilah yang tangguh, sehingga ia mendapat perintah dan kepercayaan untuk berdebat dengan orang-orang yang merupakan lawan mu’tazilah.

Tetapi oleh sebab yang tidak begitu jelas, asy’ari telah puluhan tahun menganut paham mu’tazilah, akhirnya meninggalkan ajaran tersebut. sebab yang biasa dipakai untuk ini berasal dari al-subki dan ibn asakir, yang mengatakan bahwa suatu malam al-asy’ari bermimpi. dalam mimpinya itu Nabi muhammad SAW, mengatakan kepadanya bahwa madzhab ahli hadistlah yang benar dan madzhab mu’tazilah salah.

Sebab lain bahwa asy’ari berdebat dengan gurunya, al-jubbai dan dalam perdebatan itu guru tak dapat menjawab pertanyaan murid.tetapi terlepas oleh sebab-sebab tersebut diatas, yang jelas bahwa asy’ari ini muncul sebagai alternatif yang menggantikan kedudukan ajaran teologi mu’tazilah yang sudah mulai ditinggalkan orang sejak zaman almutawkkil. diketahui bahwa setelah al mutawakkil membatalkan putusan makmun yang menetapkan aliran mu’tazilah sebagai madzhab negara. kedudukan aliran ini menurun, apalagi setelah itu al-mutawakkil menunujukkan sikap penghargaan dan penghormatan terhadap ibn hanbal sebagai lawan mu’tazilah terbesar diwaktu itu.ajaran-ajaran asyariah anatara lain:



a.       Sifat Tuhan
Karena kontar dengan mu’tazilah, al-asyari membawa paham tuhan mempunyai sifat. menurutnya, mustahil Tuhan mengetahui dengan dzat-Nya, karena ini akan membawa kesimpulan bahwa dzat Tuhan itu pengetahuan-Nya, dan dengan demikian tuhan sendiri menjadi pengetahuan. padahal, Tuahan Bukan pengetahuan (‘Ilm) tetapi yang maha mengetahui (‘alim). Tuhan mengetahui dengan pengetahuan, dan pengetahuan-Nya bukan Dzat-Nya. demikian dengan sifat-sifat Tuhan lainnya, seperti hidup, berkuasa, mendengar, melihat dsb.
b.      Dalil Adanya Tuhan
Menurut mu’tazilah, alasan manusia harus percaya kepada Tuhan karena akal manusia sendiri yang menyimpulkan bahwa tuhan itu ada. sedangkan menurut asy’ariyah, manusia wajib meyakini Tuhan karena Nabi muhammad mengajarkannya bahwa tuhan itu ada sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur’an. jadi, manusia wajib percaya terhadap adanya tuahan karena diperintahkan Tuhan dan perintah ini ditangkap akal. disini Al-Qur’an menjadi sumber pengetahuan dan akal sebagai instrumennya.

c.       kekuasaan Tuhan dan perbuatan manusia
Dalam masalah ini asy’ariyah mengambil posisi tengah antara pendapat jabariah dan mu’tazilah. menurut jabariyah, manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan perbuatannya, sedangkan menurut mu’tazilah manusia itulah yang mewujudkan perbuatan dengan daya yang diberiakn tuhan kepadanya. sebagai jalan kelauar dari dua pendapat yang bertentangan itu, asy’ariyah mengambil faham kasab sebagai jalan tengahnya, yang sulit dimenegrti kecuali bila paham kasab itu dipandang, sebagai usaha untuk menjauhi jabariah dan qodariah. namun setelah melalui jalan yang berbelit-belit akhirnya asy’ariyah menjatuhkan pilihannya kepada paham jabariyah.



2.      Aliran Maturidiyah

Aliran maturidiyah lahir di Samarkand, pertengahan kedua dari abad IX M. pendirinya adalah Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Almaturidi, di daerah Maturid Samarqand, untuk melawan mazhab Mu’tazilah. Abu manshur Maturidi (wafat 333 H) menganut mazhab Abu Hanifah dalam masalah fikih. Oleh sebab itu, kebanyakan pengikutnya juga bermazhab hanafi. Riwayatnya tidak banyak diketahui. Ia sebagai pengikiut Abu Hanifah sehingga faham teologinya memiliki banyak persamaan dengan paham-paham yang di pegang Abu Hanifah. System pemikiran aliran maturidiyah, termasuk golongan teologi ahlu sunnah.

Karir pendidikan Al-Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang biologi dari pada fiqih. Ini dilakukan utuk memperkuat pengetahuan dalam menghadapi faham-faham teologi yang banyak brkrmbang dalam masysrakat Islam, yang di pandangnya tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara.

Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis, diantaranya ialah Kitab Tauhid, Ta’wil Aq Quran Makhaz Asy Syara’i , Al-Jadl, Ushul fi Ushul Ad-Din, Maqalat fi Al-Ahkam Radd Awa’il Al-Abdillah li Al-Ka’bi, Radd Al-Ushul Al-Khamisah li Abu Muhammad Al-Bahili, Radd Al-Imamah li Al-Ba’ad Ar-Rawafid, Dan Kitab Radd ‘Ala Al-Qaramatah. Selain itu ada katrangan-karanga lian yang diduga ditulis olehnya, yaitu Risalah fi Al-Aqaid Dan Syarh Fiqh Al-Akbar.

Untuk mengetahui system pemikiran Al-Maturidi, kita tidak bisa meninggalkan pemikiran Asy’ari dan aliran Mu’tazilah, karena ia tak lepas dari suasana zamannya. Maturidiyah dengan Asy’ariyah sering sama dalam pemikirannya, karena kesamaan lawan yang dihadapinya yaitu aliran Mu’tazilah. Namun tetap terdapat perbedaan diantara keduanya. Jadi tujuan lahirnya aliran Maturidiyah adalah sebagai reaksi terhadap aliran mu’tazilah yang di anggap tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara’.




2.2  Pemikiran aliran Asy’ariah dan Maturidiyah

1.      Aliran Asy’ariah
           Adapun formulasi pemikiran Al asy’ari, secara esensial, menampilkan sebuah upaya sintesis antara formulasi ortodokx ekstrim di satu sisi dan mu’tazilah di lain sisi. Maksudnya, dari segi etosnya, pergerakan tersebut memiliki semangat ortodoks. Sedangkan aktualitas formulasinya jelas menampakan sifat reaktif terhadap mu’tazilah, suatu reaksi yang tak dapat dihindarinya. Corak pemikiran yang sintesis ini, mungkin dipengaruhi pemikiran Ibnu Kullab (tokoh sunni yang wafat pada 854 M)

a.       Tuhan dan sifat-sifat-Nya

           Abul Hasan Al Asy’ari dihadapkan pada dua pandangan ekstrim. Di satu sisi ia berhadapan dengan kelompok mujasimah dan musyabihah yang berpendapat bahwa Allah mempunyai semua sifat yang disebutkan daam Al-Qur’an dan Hadits, dan sifat-sifat itu harus dipahami menurut arti harfiahnya. Di lain sisi, beliau berhadapan dengan mu’tazilah yang menolak konsep bahwa Allah mempunyai sifat, dan berpendapat bahwa mendengar, kuasa, mengetahui, dan sebagainya bukanlah sifat , tetapi substansi-Nya, sehingga sifat-sifat yang disebut dalam Al-Qur’an dan Hadits itu harus dijelaskan secara alegoris.

           Menghadapi dua kelompok tersebut, Al asy’ari berpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat-sifat itu (berbeda dengan mu’tazilah) namun tidak boleh diartikan secara harfiah. Selanjutnya Al asy’ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik, sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip.





b.      Kebebasan dalam berkehendak

           Menurut Asy’ariyah Allah pencipta perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri yang mengupayakannya (muktasib). Hanya Allah-lah yang mampu menciptakan segala sesuatu (termasuk keinginan manusia). Hal ini berbeda dengan mu’tazilah yang berpendapat bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri.

c.       Akal dan wahyu

           Walaupu Al asy’ari dan mu’tazilah mengakui pentingnya akal dan wahyu, mereka berbeda menghadapi persoalan yang memperoleh penjelasan kontradiktif dari akal dan wahyu. Al asy’ari mengutamakan wahyu, sementara mu’tazilah mengutamakan akal.

Dalam menentukan baik dan burukpun terjadi perbedaan pendapat diantara mereka. Al Asy’ari berpendapat bahwa baik dan buruk harus berdasarkan pada wahyu, sedangkan mu’tazilah pada akal.


2.      Aliran Maturidiyah

a.       Kemampuan Akal Manusia

Dalam hal ini Bazdawi sepaham dengan Maturidi yaitu akal mampu mengetahui adanya Tuhan dan mengetahui baik dan buruk. Kendati demikian sebelum datangnya keterangan wahyu, tidaklah ada kewajiban untuk mengetahui Tuhan dan bersyukur kepadanya, serta tidak ada kewajiban untuk mengerjakan perbuatan baik atau menjadi perbuatan jahat. Kewajiban-kewajiban kata bazdawi ditentukan hanya oleh tuhan dan ketentuan-ketentuan itu dapat diketahui melalui wahyu.



b.      Kehendak dan Kekuasaan Tuhan
Bazdawi menegaskan bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki Nya dan menentukan segala-gala Nya, menurut kehendak Nya. Dan Tuhan pasti memenuhi wa’adNya yakni memenuhi janji untuk memberi upah kepada orang yang berbuat baik.
Al Bazdawi dalam hal ini berpendapat : Tuhan tidak mungkin tidak memenuhi janjiNya  kepada manusia yang berbuat baik dan tidak mungkin pula meninggalkan ancamanNya terhadap yang berbuat jahat. Karena tidak mungkin, maka dengan kata lain Tuhan menjadi wajib memenuhi janji dan ancamanNya.

2.3  Tokoh-tokoh dalam aliran Asy’ariah dan Maturidiyah

1.      Aliran Asy’ariah

a.       Al-Baqillani

Riwayat Hidup

Menurut penuturan Ibn Khalkan, nama lengkapnya adalah Al-Qadli Abu Bakar Ibn Thayyib Ibn Muhammad Ibn Ja'far Ibn Qasim, tetapi ia lebih popular dengan nama al-Baqillani. Tempat dan tanggal lahirnya tidak diketahui secara pasti. Tapi Ibnu Khalkan hanya berani memberikan informasi bahwa masa awalnya  dibesarkan di Bashrah. Yang dapat diketahui secara pasti beliau meninggal di Baghdad tahun 403 H / 1013 M, dan dimakamkan berdekatan dengan  nama Ahmad Ibnu Hanbal di Bab al-Harb.

Otorita intelektualnya diperoleh dari dua orang murid utama al-Asy'ari, yakni Abdillah Ibn Mujahid serta Hasan al-Bahili. Al-Baqillani dikenal sebagai pakar ilmu kalam, An-Nadlar, serta ilmu Ushul. Ketiga ilmu tersebut diperoleh dari Ibn Mujahid. Menurut Ibn Asakir, ketiga ilmu tersebut juga diperdalam bersama-sama  Ibnu  Furak  dan al-Asfaraini.  Apabila Asfaraini lebih banyak mendekati Al-Bahili, maka al-Baqillani dan Ibn Furak lebih banyak mendekati Mujahid. Dalam pandangan Ibnu Taimiyah, al-Baqillani merupakan salah seorang Mutakallimin Asy'ariyah yang terbaik.

Al-Baqillani dikenal sebagai orator, dan agitator yang mengagumkan karena ia memiliki gaya retorika yang komunikatif, juga piawai dalam berdiplomasi. Kemampuan al-Baqillani disempurnakan dengan kemampuan menulis buku secara produktif.

b.      Al-Juwaini

Riwayat Hidup

Nama lengkapnya adalah Badul Malik bin Abdullah bin Yusuf bin Muhammad bin Abdullah bin Hayawi. Dilahirkan pada tanggal 18 Muharram tahun 419 H. bertepatan dengan tanggal 12 Pebruari 1028 M. di Bustanikan, sebuah desa dekat Naisabur. Beliau meniggal dunia pada usia 59 tahun, tepatnya pada tanggal 25 Rabi'ul Akhir 478 H., di kota kelahirannya.

Ia dikenal dengan panggilan Abul Ma'ali yang menunjukkan pengakuan umat atas kepakarannya, keagamaan, serta ketokohannya di tengah-tengah masyarakat luas. Di samping itu, ia juga mendapat gelar Imam Haramaian setelah mengajar di dua kota suci Mekkah dan Madinah.

Semula, ia belajar ilmu-ilmu agama kepada ayahnya sendiri karena kecerdasan ketekunannya. Dalam usia 20 tahun sudah dipercayai mengajar di Madrasah Naisabur menggantikan ayahnya yang meninggal dunia. Selanjutnya secara berturut-turut ia mempelajari ilmu fikih di bawah bimbingan Abul Qasim Al-Asfarayani, dan memperdalam pengetahuan tentang Alquran di bawah bimbingan Ibnu Muhammad an-Naisaburi al-Khabazi, belajar tentang Hadits kepada Abu Said Abdurrahman bin An-Naisaburi, memperdalam ilmu Lughah kepada Syeh Hasan bin Faidlol bin Ali Jasyi’iy, serta memperdalam filsafat secara otodidak. Pada tahun 450 H/1058 M, ia mengajar di Makkah dan Madinah, dan baru pulang setelah Nidzamul Mulk berkuasa karena mendapat panggilan untuk mengajar di sekolah tersebut. Al-Juwaini melaksanakan tugas itu dengan baik sampai beliau meninggal dunia pada tahun 478 M/1085 M. 


c.       Al-Ghazali

Riwayat Hidup

Al-Ghazali dilahiran pada pada  abad kelima Hijriyah tepatnya pada 450 H di Thus, Salal, Kharasan.  Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhamad bin Ahmad al-Ghazali, yang mendapat gelar Hujjatul Islam Zainuddin at-Thusi al-Faqih as-Syafi’i.  Disamping itu, al-Ghazali juga mendapat gelar lain yaitu Bahr Mughriq.

Semenjak kecil, al-Ghazali sangat mencintai ilmu pengetahuan Ia memiliki kecenderungan untuk melihat sesuatu sampai kepada akar-akamya Hal ini terlihat jelas lewat pernyataannya: "Kehausan mendapatkan hakekat sesuatu sudah menjadi tabiat dan kebiasaan semenjak masa kecil saya.  Kebiasaan hidupku ini merupakan insting dan fitrah dari Allah yang diberikan kepadaku, bukan atas pilihan dan  usahaku.

Al-Ghazali muda tampil sebagai sosok yang cerdas, tekun dan ulet. Ia tidak membutuhkan waktu yang relatif lama untuk menguasai suatu ilmu pengetahuan. Padahal waktu yang dimiliki lebih banyak digunakan untuk mengkaji ilmu pengetahuan. Maka wajarlah jika ia kemudian  ia menguasai berbagai disiplin ilmu, sehingga al-Juwaini memberikan gelar 'Bahrun Mughriq' (samudra yang dalam).

Setelah menyelesaikan studinya di Thus dan Jurjan, beliau melanjutkan ke kota Naisabur. Pada waktu menghadiri majlis Wazir Naizamul Mul, suatu forum pertemuan antara kaum intelektual- kecemerlangan dan keluasan ilmunya tampak sangat menonjol dan mengagumkan banyak pihak. Berkat kedalaman ilmu, kefasihan lisan, kekuatan argumentasi, dan 'low profile' nya membuat diskusan Nizamul Mulk terkagum-kagum padanya. Maka sebagai rasa simpati, Beliau diangkat sebagai Guru Besar Perguruan Nidzamiyah di Baghdad.

Dalam perjalanan bidup masa tuanya -setelah empat tahun mengajar di Baghdad, al-Ghazali menunaikan ibadah haji kemudian 'melancong' ke Syam dan menetap di mesjid Umawi, sebagai 'abid dan zahid.  Selanjutnya ia mengembara sebagai filosuf dan sufis, sehingga ketika kembali lagi ke Baghdad ia bukan hanya sebagai guru yang alim tetapi juga sebagai Imam sufi merangkap Mursyid selama kurang lebih sepuluh tahun. Dari Baghdad ia pindah ke Naisabur, kemudian kembali lagi ke Thus. Di Thus inilah beliau mendirikan sebuah lembaga pendidikan dan membinanya hingga beliau meniggal dunia.

2.      Aliran Maturidiyah

Salah satu tokoh penting dari aliran Maturidiyah ini ialah al-Bazdawi, yang nama lengkapnya adalah Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi. Ia dilahirkan pada tahun 421 H, namun orang tidak mengetahuinya secara pasti, di mana ia dilahirkan. Kakek Bazdawi adalah murid Maturidi, dan Bazdawi mmepelajari ajaran-ajaran Maturidi daru orang tuanya, tidak di ketahui secara pasti di kota mana-mana saja Bazdawi bermukim, kecuali di sebutkan bahwa ia berada di Bukhara pada tahun tahun 478 H/1085 M, dan menjadi qhadi di Samarkand pada tahun 481 H/1088 M, kemudian wafat di Bukhara pada Tahun 493 H/1099 M.



Dengan demikian dapat di duga bahwa Bazdawi menghabiskan bagian dari masa hidupnya di Bukhara. Ia dalah tokoh ulama yang dalam bidang fiqh brmazhab hanafi. Karyanya yang terknal adalah kitab Ushul al-Din. Al-Bazdawi sndiri mempunyai banyak murid, dan salah seorang daripadanya ialah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi. Ia adalah pengarang buku al-‘aqaid al-nasafiah.

Seperti di ketahui, tidaklah selamanya pengikut suatu aliran, pendirinya selalu sama dengan aliran yang ia ikuti. Hal ini terjadi pada Bazdawi yang pendirian-pendiriannya lebih dekat kepada asy-‘Ariyah dapipada kepada maturidi, sementara maturidi sendiri lebih dekat kepada mu’tazilah. Untuk mengetahui ajaran atau faham Bazdawi yang di sebut pula dengan Maturidiyah Bukhara, ajaran-ajarannya sebagai berikut:

a.       Kemampuan akal manusia
Bazdawi dan maturidi mempunyai pandangan yang sama tentang kemampuan akal manusia, mengetahui adanya Tuhan, dan mengetahui baik dan buruk, meskipun demikian, mengetahui adanya Tuhan dan bersyukur kepada-Nya bukanlah merupakan kewajiban sebelum datangnya keterangan wahyu, dmikian pula mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan jahat, karena menurutnya kewajiban-kewajiban itu, hanya di tentukan oleh Tuhan, dan ketentuan-ketentuan itu hanya di ketahui melalui wahyu.

b.      Perbuatan manusia

Tentang perbuatan manusia, Bazdawi tidak sefaham dengan maturidi.. mnurut pendapatnya, sekalipun perbuatan manusia itu di ciptakan oleh Tuhan, tetapi bukanlah perbuatan Tuhan. Manusia adalah pembuat perbuatan dalam arti kata yang sesungguhnya. Terhadap pendapatnya ini, lalu dia di kritik orang, bahwa melakukan prbuatan yang diciptakan Tuhan, lebih tepat dikatakan perbuatan manusia, akibat kritikan itu, lalu ia menjadi ragu-ragu terhadap pendapatnya sendiri. Akhirnya ia mempunyai I pendapat yang cendrung kepada anggapan bahwa daya manusia tidaklah efektif dalam mewujudkan perbuatannya, sebagaimana halnya juga pendapat Al-Asy’ari.

c.       Kehendak dan kekuasaan Tuhan
Menurut bazdawi, Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak, ia bebas melakukan apa saja yang di Kehendaki-Nya, tidak ada yang bisa menentang, memaksa ataupun melarang-Nya. Namun demikian, kehendak dan kekuasaan Tuhan menurut faham Bazdawi tidaklah semutlak apa yang terdapat dalam faham Asy’ari. Bazdawi menjelaskan bahwa tidak mungkin Tuhan melanggar janji-Nya untuk memberi pahala bagi yang berbuat baik, tetapi sebaliknya, bukan tidak mungkin Tuhan membatalkan ancaman untuk memberi hukuman kepada orang yang berbuat jahat.














BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Aliran asy’ariah dibangun oleh Abu hasan Ali bin isma’il Al-Asy’ari (873-935 M) dalam ilmu kalam, aliran ini sering disebut sebagai aliran tradisonal. pada mulanya al-juba’i adalah sorang tokoh mu’tazilah sehingga menurut al-Husain Ibn Muhammad al-’askari, aljubbai berani mempercayakan perdebatan dengan lawan kepada al-’asyari. hal ini memperlihatkan bahwa al-asy’ari  adalah seorang yang pada mulanya penganut mu’tazilah yang tangguh, sehingga ia mendapat perintah dan kepercayaan untuk berdebat dengan orang-orang yang merupakan lawan mu’tazilah.Al asy’ari berpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat-sifat itu (berbeda dengan mu’tazilah) namun tidak boleh diartikan secara harfiah. Selanjutnya Al asy’ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik, sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip.
Aliran maturidiyah lahir di Samarkand, pertengahan kedua dari abad IX M. pendirinya adalah Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Almaturidi, di daerah Maturid Samarqand, untuk melawan mazhab Mu’tazilah. Tokoh dari aliran Al-Maturidiyah itu sendiri adalah al-Bazdawi, yang nama lengkapnya adalah Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi.








DAFTAR PUSTAKA

Rozak, Abdul, Anwar, Rosihon, Ilmu kalam, Bandung: Pustaka Setia. 2006.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar