MAKALAH
ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM MODERN
“disusun untuk memenuhi tugas
presentasi”
Oleh:
Kelompok V
Nuril Inayah (201386010042)
Ubaidiatul Lathifah (201386010043)
Dwi Pebrianti
(201386010063)
Abdur Rohman (201386010062)
Abdur Rohman (201386010062)
Dosen Pengampu:
Nur Hadi,
M.PdI
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Faham dan pemikiran yang dianut Oleh Sayyid Ahmad Khan ada
kesamaan dengan faham yamg dianut oleh Qodariyah, misalnya manusia di anugrahi
Tuhan berbagai macam daya diantaranya fikiran yang berupa akal dan daya fisik
untuk merealisasikan kehendak. Menurut iqbal,
peralihan kekuasaan ijtihad individu yang mewakili mazhab tertentu
kepada lembaga legeslatif Islam adalah salah satu cara paling tepat untuk
menggerakkan spirit dalam sisitem hukum islam yang selama ini hilang dari ummat
islam dan menyeru kapada kaum muslimin dan mengembangkanya lebih lanjut.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana pemikiran-pemikiran kalam menurut Muhammad Abduh?
b. Bagaimana pemikiran-pemikiran kalam menurut Ahmad Khan?
c. Bagaimana pemikiran-pemikiran kalam menurut Muhammad Iqbal?
1.3 Tujuan
a.Untuk memahami
pemikiran-pemikiran kalam menurut Muhammad Abduh
b.Untuk memahami
pemikiran-pemikiran kalam menurut Ahmad Khan
c. Untuk Memahami
pemikiran-pemikiran kalam menurut Muhammad Iqbal
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Syekh Muhammad Abduh
A. Riwayat Singkat
Muhammad Abduh
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan
Khairullah, Ia lahir di desa Mahallat Nashr Kabupaten Al-Buhairah, mesir pada
tahun 1849 M. Ia Bukan berasal dari keturunan orang kaya atau keturunan
Bangsawan. Namun ayah di kenal sebagai orang terhormat
yang suka memberi pertolongan.
Kekerasan yang di terapkan oleh penguasa-penguasa
Muhammad Ali dalam memungut pajak menyebabkan penduduk berpindah-pindah tempat
untuk menghindari nya, Abduh lahir pada kondisi yang penuh deanga kecemasan ini.
Pada mulanya abduh di kirim ayahnya ke masjid
Al-Ahmadi, tetapi belakangan tempat ini menjadi pusat kebudayaan selain
Al-Azhar. Namun sisitem di sana sangat menjengkelkan sehingga setelah dua tahun
dia di sana, ia memutuskan untuk kembali ke desanya dan bertani seperti
saudaranya. Ketika kembali kedesa, ia di kawinkan, pada sa’at itu ia berumur 16
Tahun. Semula ia bersikeras untuk tidak melanjutkan studi nya, tetapi ia
kembali belajar atas dorongan paman, Syekh Darwish, yang banyak mempengaruhi
kehidupan Abduh sebelum bertemu dengan Jamaluddin Al-Afgani, atas jasa nya itu
Abduh berkata “ia telah membebaskan aku dari penjara kebodohan dan membimbingku
menuju ilmu pengetahuan ”
Abduh melanjutkan studi ke Al -Azhar pada
bulan Februari 1866, pada tahun 1871 Jamaluddin Al-Afgani tiba di mesir. Ketika
itu abduh masih menjadi mahasiswa al-azhar menyambut kedatangan nya. Ia selalu
menghadiri pertemuan-pertemuan ilmiahnya dan ia pun menjadi murid kesayangan
Al-afgani. Al-afgani pulalah yang mendorong abduh menulis dalam bidang social
dan politik. Artikel-artikel pembaharuan nya banyak di muat pada surat kabar
Al-Ahram di Kairo.
Setelah menyelesaikan Studinya di Al-Azhar pada
tahun 1877 dengan gelar Alim, abduh mulai mengajar di Al-Azhar. Di Dar-ulum dan
di rumahnya sendiri. Ketika al-afgani di usir dari Mesir pada tahun 1879 karena
di tuduh mengadakan gerakan perlawanan terhadap Khedewi Taufiq, abduh juga di
tuduh di dalamnya, ia di buang keluar kota Kairo. Namun, pada tahun 1880, ia di
perbolehkan kembali keibukota, kemudian di angkat menjadi redaktur surat kabar
resmi pemerintah mesir, Al-Waqa’i al-mishriyyah. Pada waktu itu kesadaran
Nasional Mesir mulai tampak dan di bawah pimpinan abduh, surat kabar resmi itu
memuat artikel-artikel tentang urgenitas nasional mesir, di samping berita-berita
resmi.
Setelah revolusi Urabi 1882 (yang berakhir dengan
kegagalan) abduh ketika itu masih memimpin surat kabar Al-Waqa’i, ia di tuduh
terlibat dalam revolusi besar tersebut sehingga pemerintah Mesir memutuskan
untuk mengasingkannya selama 3 tahun dengan memberi hak kepadanya untuk memilih
tempat untuk pengasingannya. Dan ia memilih Suriah. Ia menetap selama
setahun. Kemudian ia menyusun gurunya Al-afgani yang ketika itu berada di
Paris. Di sana mereka menerbitkan surat kabar Al-Urwah Al-Wutsqa, yang
bertujuan mendirikan pan-islam menentang penjajah barat, khususnya Inggris.
Tahun 1885 abduh di utus oleh surat kabar
tersebut ke inggris untuk menemui tokoh-tokoh negara itu yang bersimpati
kepada rakyat Mesir. Tahun 1899. abduh di angkat menjadi Mufti Mesir, kedudukan
besar itu ia pegang sampai ia meninggal dunia Tahun 1905
B. Pemikiran-pemikiran
Kalam Muhammad Abduh
1.
Kedudukan Akal dan Fungsi Wahyu
Ada dua persoalan pokok yang menjadi fokus
utama pemikiran Abduh, sebagaimana diakuinya sendiri, yaitu:
a. Membebaskan akal pemikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang
menghambat perkembangan pengetahuan
agama sebagai mana haknya salaf al-ummah (ulama sebelum abad ke-3
Hijriah), sebelum timbulnya perpecahan yakni memahami langsung dari sumber
pokoknya, Al-Qur’an.
b.
Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik yang
digunakan dalam percakapan resmi di kantor-kantor pemerintahan maupun dalam
tulisan-tulisan media massa.
Dua persoalan pokok itu muncul ketika ia
meratapi perkembangan ummat Islam pada masanya. Sebagaimana dijelaskan Sayyid
Qutub, kondisi ummat Islam saat ini dapat digambarkan sebagian “suatu
masyarakat yang beku, kaku, menutup rapat-rapt pintu ijtihad, mengabaikan
peranan akal dalam memahami syari’at Allah atau meng-istibnat-kan
hukum-hukum, karena mereka telah merasa cukup dengan hasil karya pendahulunya
yang juga hidup dalam masa kebekuan akal (jumud) serta yang berdasarkan khurafat-khurafat.
Atas dasar kedua fokus pikiran nya itu, Muhammad Abduh
memberikan peranan yang diberikan olehnya sehingga Harun Nasution menyimpulkan
bahwa Muhammad Abduh memberi kekuatan yang lebih tinggi kepada akal daripada Mu’tazilah.
Menurut Abduh akal dapat mengetahui hal-hal berikut ini:
1.
Tuhan dan sifat-sifatnya
2.
Keberadaan hidup diakhirat
3.
Kebahagiaan jiwa diakhirat bergantung pada
upaya mengenal tuhan danberbuat baik, sedangkan kesengsaraanya bergantung pada
sikap tidak mengenal Tuhan dan melakukan perbuatan jahat
4.
Kewajiban manusia mengenal tuhan
5.
Kewajiban manusia untuk berbuat baik dan
menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiaan diakhirat
6.
hukum-hukum mengenai kewajiban itu.
Dengan memperhatikan perbandingan Muhammad Abduh tentang
peranan akal diatas, dapat diketahui pula bagaimana fungsi wahyu baginya adalah
sebagai penolong (al-mu’min). kata ini pergunakan untuk
menjelaskan fungsi wahyu bagi akal manusia.
Wahyu, katanya, menolong akal untuk mengetahui
sifat dan keadaan kehidupan alam akhirat. Mengatur kehidupan masyarakat atas
dasar prinsip-prinsip umum yang dibawanya. Menyempurnakan akal tentang tuhan
dan sifat-sifatnya. Dan mengetahui cara beribadah serta berterima kasih pada
Tuhan. dengan demikian, wahyu bagi Abduh berfungsi sebagai konfirmasi,
yaitu untuk menguatkan dan menyempurnakan pengetahuan akal dan informasi.
Lebih jauh Abduh memandang bahwa menggunakan
akal merupakan salah satu dasar Islam. Iman seseorang tidak sempurna kalau
tidak didasarkan pada akal. Islam, kata nya, adalah agama yang pertama kali
mengikat persaudaraan antara akal dan agama. Menurutnya, kepercayaan kepada
eksistensi Tuhan juga berdasarkan akal, wahyu yang dibawa nabi tidak mungkin
bertententangan dengan akal. Kalau ternyata keduanya terdapat pertentangan,
menurutnya, terdapat penyimpangan dalam tataran interpretasi sehingga
diperlukan interpretasi lain yang mendorong pada penyesuaian.
2.
Kebebasan Manusia dan Fatalisme
Bagi Abduh, disamping mempunyai daya pikir,
manusia juga mempunyai kebebasan memilih, yang merupakan sifat dasar alami yang
ada dalam diri manusia. Kalau sifat dasar ini dihilangkan dari dirinya, ia bukan
manusia lagi, tetapi mahluk lain. Manusia dengan akalnya mampu mempertimbangkan
akibat perbuatan yang dilakukannya. Kemudian mengambil keputusan dengan
kemauannya sendiri, dan selanjutnya mengwujudkan perbuatannya itu dengan
daya yang ada dalam dirinya.
Karena manusia menurut hukum alam dan sunnatullah
mempunyai kebebasan dalam menentukan kemauan dan daya untuk mewujudkan kemauan,
faham perbuatan yang dipaksakan manusia atau Jabariyah tidak sejalan
dengan pandangan hidup Muhammad Abduh. Manusia, menurutnya, mempunyai kemampuan
berpikir dan kebebasan dalam memilih, namun tidak memiliki kebebasan absolut.
Ia menyebut orang yang mengatakan manusia mempunyai kebesan mutlak sebagai
orang yang angkuh.
3.
Sifat-Sifat Tuhan
Dalam Risalah, ia menyebut sifat-sifat Tuhan.
Adapun mengenai sifat itu termasuk asensi Tuhan atau yang lain? Ia menjelaskan
bahwa hal itu terletak di luar kemampuan menusia. sungguhpun demikian, Harun
Nasution melihat bahwa Abduh cenderung kepada pendapat bahwa sifat termasuk
asensi Tuhan walaupun tidak secara tegas mengatakannya.
4.
Kehendak Mutlak Tuhan
Karena yakin akan kebebasan dan kemampuan
manusia, Abduh melihat bahwa Tuhan tidak bersifat mutlak. Tuhan telah membatasi
kehendak mutlak-Nya dengan memberi kebebasan dan kesanggupan kepada manusia
dalam mengwujudkan perbuatan -perbuatannya. Kehendak mutlak Tuhan pun dibatasi
oleh Sunnatullah yang telah ditetapkannya. Didalamnya terkandung arti
bahwa Tuhan dengan kemauan-Nya sendiri telah membatasi kehendak-Nya dengan Sunnatullah
Sunnatullah yang diciptakan-Nya untuk mengatur alam ini.
5.
Keadilan Tuhan
Karena memberi daya besar kepada akal dan kebebasan
manusia, Abduh mempunyai kecenderungan untuk memahami dan meninjau alam ini
bukan hanya dari segi kehendak mutlak tuhan, tetapi juga dari segi pandangan
dan kepentingan manusia. Ia berpendapat bahwa alam ini diciptakan untuk
kepentingan manusia dan tidak satupun ciptaan Tuhan yang tidak membawa mamfaat
bagi manusia. Adapum masalah keadilan Tuhan, ia memandangnya bukan hanya dari
segi kemaha sempurnaan-Nya, tapi juga dari pemikiran rasional manusia. Sifat ketidak
adilan tidak dapat diberikan kepada Tuhan karena ketidak adilan tidak sejalan
dengan kesempurnaan aturan alam semesta.
6.
Antrofomorfisme
Karena Tuhan termasuk kedalam alam rohani,
rasio tidak dapat menerima faham bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat Jasmani.
Abduh, yang memberi kekuatan besar pada akal, berpendapat bahwa tidak mungkin
asensi dan sifat-sifat Tuhan mengambil bentuk tubuh atau roh mahluk dialam ini.
Kata-kata wajah, tangan, duduk sebaginya mesti difahami sesuai dengan
pengertian yang diberikan orang arab kepadanya. Dengan demikian, katanya, kata al-arsy
dalam Al-Qur’an bearti kerajaan atau kekuasaan, kata al-kursy bearti
pengetahuan.
7.
Melihat Tuhan
Muhammad Abduh tidak menjelaskan pendapatnya
apakah Tuhan yang bersifat rohan itu dapat dilihat oleh manusia dengan
mata kepalanya dihari perhitungan kelak? Ia hanya menyebutkan bahwa orang yang
percaya pada tanzih (keyakinan bahwa tidak ada suatupun dari mahluk yang
menyerupai tuhan) sepakat mengatakan bahwa Tuhan tak dapat digambarkan ataupun
dijelaskan dengan kata-kata. Kesanggupan melihat Tuhan dianugerahkan hanya
kepada orang-orang tertentu diakhirat.
8.
Perbuatan Tuhan
Karena pendapat ada perbuatan tuhan yang wajib,
Abduh sefaham dengan Mu’tazilah dalam mengatakan bahwa wajib bagi tuhan
untuk berbuat apa yang terbaik buat manusia.
2.2 Ahmad Khan
A. Riwayat singkat Ahmad Khan
Sayyid Ahmad Khan berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW
melalui Fatimah dan Ali dan dia dilahirkan di Delhi pada tahun 1817 M. Nenek
dari Syyaid Ahmad Khan adalah Syyid Hadi yang menjadi pembesar istana pada
zaman Alamaghir II ( 1754-1759 ) dan dia sejak kecil mengenyam pendidikan
tradisional dalam wilayah pengetahuan Agama dan belajar bahasa Arab dan juga
pula belajar bahasa Persia. Ia adalah sosok orang yang gemar membaca buku dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan dan dia ketika berumur belasan tahun dia
bekerja pada serikat India Timur. Bekerja pula sebagai Hakim, tetapi pada tahun
1846 ia kembali pulang ke kota kelahirannya Delhi.
Di kota inilah dia gunakan waktunya dan kesempatannya untuk menimba ilmu
serta bergaul dengan tokoh – tokoh , pemuka Agama dan sekaligus mempelajari
serta melihat peninggalan – peninggalan kejayaan Islam, seperti Nawab Ahmad
Baksh, Nawab Mustafa Khan,Hakim Mahmud Khan, dan Nawab Aminuddin. Selama di
Delhi Sayyid Ahmad Khan memulai untuk mengarang yang mana karyanya yang pertama
adalah Asar As – Sanadid. Dan pada tahun 1855 dia pindah ( hijrah ) ke
Bijnore, di tempat ini pula dia tetap mengarang buku – buku penting mengenai
Islam di India. Pada tahun 1857 terjadi pemberontakan dan kekacauan di
akibatkan politik di Delhi yang menyebabkan timbulnya kekerasan ( Anarkis )
terhadap penduduk India. Ketika dia melihat keadaan masyarakat India kususnya
Delhi, ia berfikir untuk meninggalkan India menuju Mesir, tetapi dia sadar dan
terketuk hatinya harus memperjuangkan umat Islam India agar menjadi maju.Maka
ia berusaha mencegah terjadinya kekerasan dan konflik, serta mejadi penolong
orang Inggris dari pembunuhan, hingga di beri gelar Sir, tetapi ia
menolaknya atas gelar yang di berikan tersebut. Pada tahun 1861 ia mendirikan
sekolah Inggris di Muradabad, dan pada tahun 1878 ia juga mendirikan sekolah
Mohammedan Angio Oriental College ( MAOC ) di Aligarh yamg merupakan karya yamg
paling bersejarah dan berpengaruh untuk memajukan perkembangan dan kemajuan
Islam di India.
B. Pemikiran Kalam Sayyid Khan
Sayyid Ahmad Khan mempunyai kesamaan pemikian dengan M.abduh di Mesir, hal
ini dapat terlihat dari ide-ide yang di kemukakannya, terutama tentang akal
yang mendapat penghargaan tinggi dalam pandangan nya. Meskipun demikian sebagai
penganut ajaran islam yang ta’at dan percaya akan wahyu, ia berpendapat
bahwa akal bukanlah segala-galanya dan kekuatan akal pun terbatas.
Khan juga mepunyai faham yang sama dengan faham qadariyah, menurutnya
manusia telah di anugrahi tuhan dengan berbagai macam daya, di antaranya adalah
daya berfikir berupa akal, dan daya fisik untuk merealisasikan kehendaknya .
karena kuat nya kepercayaan terhadap hukum alam dan kerasnya mempertahankan
konsep hukum alam, ia di anggap kafir oleh sebahagian ummat Islam. Bahkan, ketika
datang ke India pada tahun 1869, Jamaluddin Al-Afghani menerima keluhan itu.
Sebagai tanggapan atas tuduhan tersebut, Jamaluddin mengarang sebuah buku yang
berjudul Ar-Radd Ad-Dahriyah.
Khan menentang
keras faham Taklid. Khan berpendapat bahwa ummat Islam India mundur karena
mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Gaung peradaban Islam klasik masih
melenakan mereka sehingga tidak menyadari bahwa peradaban baru telah timbul di
Barat, peradaban baru ini timbul dengan berdasar pada Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, dan inilah penyebab utama bagi kemajuan dan kekuatan orang barat.
Selanjutnya, khan mengemukakan bahwa Tuhan telah menetukan tabi’at atau
Nature (Sunnatullah) bagi setiap makhluk nya yang tetap dan tidak pernah
berubah. Menurutnya Islam adalah agama yang paling
sesuai dengan hukum alam, karena hukum alam adalah ciptaan Tuhan dan Al-Qur’an
adalah firman nya maka sudah tentu keduanya seiring sejalan dan tidak ada
pertentangan.
Ia pun menolak
semua yang bertentangan dengan logika dan hukum alam. Ia hanya mau mengambil
al-qur’an sebagai pedoman bagi ummat Islam, sedangkan yang lain hanya bersifat
membantu dan kurang begitu penting. Adapun alasan nya penolakannya adalah
karena hadis berisi moralitas sosial dari masyarakat Islam pada abad pertama
dan kedua sewaktu hadis itu di kumpulkan, sedangkan hukum Fiqih, menurutnya,
berisi moralitas masyarakat berikutnya sampai saat timbulnya mazhab-mazhab.
Sebagai konsekuensi dari penolakan terhadap taklid, khan memandang perlu di
adakkan ijtihad –ijtihad baru untuk menyesuikan pelaksanaan ajaran-ajaran islam
dengan situasi dan kondisi masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan.
2.3 Muhammad Iqbal
A. Riwayat Hidup Muhammad
Iqbal
Muhammad iqbal di lahirkan di Sialkot pada tahun 1873. ia berasal dari
keluarga Kasta Brahmana Khasmir. Ayah nya adalah Nur Muhammad yang
terkenal Sholeh. Guru pertama nya adalah ayahnya. Kemudian di masukkan kedalam
sebuah Maktab untuk mempelajari Al-Qur’an, dan setelah itu ia di masukkan
Scottish Mission School, di bawah bimbingan Mir Hasan, ia di beri pelajaran
agama, bahasa Arab dan Persia. Setelah ia menyelesaikan sekolahnya, ia pergi ke
Lahore, sebuah kota besar di India untuk melanjutkan belajarnya di Government
College. Di sini ia bertemu dengan Thomas Arnord, seorang Orietalis yang
menjadi guru besar dalam bidang filsafat pada universitas tersebut.
Pada tahun 1905
setelah mendapatkan gelar M.A. di Government College, Iqbal pergi ke Inggris
untuk belajar filsafat pada Universitas Cambridge. Dua tahun kemudian ia pindah
ke Munich, Jerman. Di universitas ini ia mendapat gelar Ph.D. dalam tasawuf
dengan desertasi yang berjudul The Development Of Metaphysies In Persia
(perkembangan metafisika di persia).
Iqbal tinggal
di Eropa kurang lebih tiga tahun, sekembalinya dari Munich. Ia menjadi Advokat
dan dosen.buku yang The Reconstruction of Religious
Thought in Islam adalah kumpulan dari ceramah –ceramahnya sejak tahun 1982
dan merupakan karyanya yang terbesar dalam bidang Filsafat.
Pada tahun
1930, Iqbal memasuki bidang politik dan menjadi Konferensi Tahunan liga Muslim
di Allahabad, dan pada tahun 1932, ia ikut dalam koferensi meja bundar di
London yang membahas konstitusi baru bagi India. Pada bulan Okteber tahun 1933,
ia di undang ke Afganistan untuk membicarakan Universitas Kabul. Pada tahun
1935, ia jatuh sakit dan bertambah parah setelah istrinya meninggal dunia. Dan
pada tahun itu ia meninggal pada tanggal 20 April 1935.
B.
Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal
Sebagai seorang pembaharu, Iqbal menyadari perlunya
melakukan pembaharuan dalam dunia Islam hal ini di sebabkan kebekuan ummat
Islam dalam pemikiran dan di tutupnya pintu Ijtihad. Mereka seperti
kaum konservatif, menolak kebiasaan berfikir Rasional kaum Mu’tazilah karena
hal tersebut membawa Disisntegrasi ummat Islam dan membahayakan kestabilan
politik mereka.
Hal ini yang di anggap sebagai penyimpangan
dari semangat Islam, semangat dinamis dan kreatif. Islam tidak statis tetapi
dapat di sesuaikan dengan perkembangan zaman. Pintu ijtihad tidak pernah
tertutup karena ijtihad merupakan ciri dari dinamika yang harus di kembangkan
dalam Islam. Lebih jauh ia menegaskan bahwa syari’at pada prinsipnya tidak
statis, tetapi merupakan alat untuk merespon individu dan masyarakat, karena
Islam selalu mendorong terwujudnya perkembangan.
Besarnya penghargaan Iqbal terhadap gerak dan
perubahan ini membawa pemahaman yang di namis tentang Al-Qur’an dan hukum
Islam. Tujuan di turunkan Al-Qur’an, menurutnya adalah membangkitkan kesadaran
manusia sehingga mampu menerjemahkan dan memjabarkan nas-nas Al-qur’an yang
bersifat global dalam realita kehidupan dengan kemampuan nalar manusia dan
dinamika masyarakat yang selalu berubah inilah yang dalam rumusan Fiqh di sebut
dengan ijtihad yang oleh iqbal di sebut sebagai prinsip gerak dalam struktur
islam
Oleh karena itu, untuk mengembalikan semangat
dinamika Islam, Ijtihad harus di jadikan ijtihad kolektif. Menurut iqbal,
peralihan kekuasaan ijtihad individu yang mewakili mazhab tertentu kepada
lembaga legeslatif Islam adalah salah satu cara paling tepat untuk menggerakkan
spirit dalam sisitem hukum islam yang selama ini hilang dari ummat islam dan
menyeru kapada kaum muslimin dan mengembangkanya lebih lanjut.
1.
Hakikat Teologi
Secara umum iqbal melihat teologi sebagai ilmu
yang berdimensi ke imanan, mendasarkan pada esensi Tauhid. Di dalamnya terdapat
jiwa yang bergerak berupa“persamaan, kesetiakawanan dan kebebasmerdekaan.
pandangan tentang ontologi teologi membuatnya berhasil melihat anomali
(penyimpangan) yang melekat pada literatur ilmu kalam kalsik.
2.
Pembuktian Tentang Tuhan
Dalam membukitikan eksitensi tuhan, iqbal menolak argumen
kosmologi maupun ontologis dan ia juga menolak argumen teleologis yang berusaha
membuktikan eksitensi tuhan yang mengatur ciptaannya dari sebelah luar. Walaupun
demikian ia menerima landasan teologis yang imanen (tetap ada). Untuk menompang
hal itu, iqbal menolak pandangan yang statis tentang Matter serta menerima
pandangan Whitehead tentangnya sebagai struktur kejadian dalam aliran dinamis
yang tak berhenti. Karakter nyata konsep tersebut di temukan iqbal dalam jangka
waktu murni nya bergson, yang tidak terjangkau oleh serial waktu. Dalam jangka
waktu murni, ada perubahan, tetapi tidak ada suksesi (penggantian) kesatuannya
seperti kuman yang didalamnya terdapat pengalaman- pengalaman nenek monyang
individu, bukan sebagai kumpulan, tetapi sebagai sesuatu kesatuan yang di
didalam nya mendorong setiap pengalaman untuk menyerap keseluruhannya. Dan dari
individu “jangka waktu murni” ini kemudian di transfer ke alam semesta dan
membenarkan ego mutlak. Gagasan inilah yang di bicarakan iqbal ke dalam
al-qur’an. Jadi, iqbal telah menafsirkan tuhan yang imanen bagi alam.
3.
Jati Diri Manusia
Faham dinamisme iqbal berpengaruh besar
terhadap jati diri manusia. Penelusuran terhadap pendapat nya tentang persoalan
ini dapat di lihat dari konsep Ego, Ide Sentral dalam pemikiran filosofisnya.
Kata itu di artikan dengan kepribadian. Manusia hidup untuk mengetahui
kepribadiannya serta menguatkan dan mengembangkan bakatnya, bukan sebaliknya,
yakni melemahkan pribadinya, seperti yang di lakukan oleh para sufi yang
menundukan jiwa sehingga fana dengan Allah.
Pada hakikatnya menafikkan diri bukan lah
ajaran Islam karena hakikat hidup adalah bergerak, dan gerak adalah perubahan.
Filsafat khudinya tampak nya merupakan reaksi terhadap kondisi ummat Islam yang
ketika itu telah di bawa oleh kaum sufi semakin jauh dari tujuan dan maksud
islam yang sebenarnya. Dengan ajaran khudi nya, ia mengemukakan pandangan yang
di namis tentang kehidupan dunia.
4.
Dosa
Iqbal secara tegas menyatakan dalam seluruh
kuliahnya bahwa Al-Qur’an menampilkan tentang kebebasan ego manusia yang
bersifat kreatif. Dalam hubungan ini ia mengembangkan cerita tentang kejatuhan
Adam sebagai kisah yang berisi pelajaran tentang, kebangkitan manusia dari
kondisi primitif yang di kuasai hawa nafsu naluriyah kepada pemilikan kepribadian
bebas yang di perolehnya secara sadar, sehingga mampu mengatasi kebimbangan dan
kecendrungan untuk membangkang dan timbulnya ego terbatas yang memiliki
kemampuan untuk memilih” Allah telah menyerahkan tanggung jawab yang penuh
resiko ini, menunjukkan kepercayaan nya yang besar kepada manusia. Maka
kewajiban manusia adalah membenarkan adanya kepercayaan ini. Namun pengakuan
terhadap kemandirian (Manusia)itu melibatkan pengakuan terhadap semua ketidak
sempurnaan yang timbul dari keterbatasan kemandirian itu.
5.
Surga dan Neraka
Surga dan Neraka, kata iqbal adalah keadaan,
bukan tempat.gambaran tentang keduanya dalam al-qur’an adalah penampilan –
penampilan kenyataan batin secara visual, yaitu sifatnya. Neraka menurut
rumusan Al-Qur’an adalah Api Allah yang menyala-nyala dan yang membumbung ke
atas hati. Pernyataan yang menyakitkan mengenai kegagalan manusai. Surga adalah
kegembiraan karena mendapat kemenangan dalam mengatasi berbagai dorongan yang
menuju kepada perpecahan. Tidak ada kutukan abadi dalam Islam.Neraka, sebagai
mana di jelaskan dalam Al-Qur’an, bukanlah kawah tempat penyiksaan abadi yang
di sediakan tuhan. Ia adalah pengalaman kolektif yang mendapat memperkeras ego
sekali lagi agar lebih sensitif terhadap tiupan angin sejuk dari kemahamurahan
Allah. Surga juga bukan tempat berlibur. Kehidupan ini hanya satu dan
berkesinambungan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahwasanya faham dan pemikiran yang dianut Oleh Sayyid
Ahmad Khan ada kesamaan dengan faham yamg dianut oleh Qodariyah, misalnya
manusia di anugrahi Tuhan berbagai macam daya diantaranya fikiran yang berupa
akal dan daya fisik untuk merealisasikan kehendak. Menurut iqbal, peralihan kekuasaan ijtihad individu yang
mewakili mazhab tertentu kepada lembaga legeslatif Islam adalah salah satu cara
paling tepat untuk menggerakkan spirit dalam sisitem hukum islam yang selama
ini hilang dari ummat islam dan menyeru kapada kaum muslimin dan
mengembangkanya lebih lanjut. Muhammad Abduh memberi penghargaan yang tinggi
pada kekuatan akal. Meski begitu, ia tetap memandang penting fungsi wahyu bagi
akal.
DAFTAR PUSTAKA
Rozak, Abdul, Anwar, Rosihon, Ilmu Kalam, Pustaka Setia,
Bandung, 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar