Perbandingan pendidikan

Selasa, 28 Oktober 2014

ilmu kalam



MAKALAH
ALIRAN KALAM MODERN (GERAKAN PEMBAHARUAN DALAM ISLAM)
Untuk memenuhi tugas yang telah diberikan
Mata kuliah: Ilmu Kalam
Dosen Pengampu : Bapak Muhammad Nur Hadi, M.Pd.I

Oleh
Kelompok 4
Zuhrotul aini  (201386010035)
Fajar Novia Husnanto (201386010059)
Miftahul jannah  (201386010061)
M. Amir hamzah (201386010056)

FAKULTAS AGAMA ISLAM
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
2014




KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
          Alhamdulillahhirobil’alamin..
Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat,taufik, serta hidayah-nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “ALIRAN KALAM MODERN (GERAKAN PEMBAHARUAN DALAM ISLAM)”.
Dalam penyusunanya penulis memproleh banyak bantuan serta dukungan dari berbagai pihak oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pengapu: Bapak Nurhadi, kepada orang tua,dan segenap keluarga besar yang telah memberikan dorongan agar tetap maju,serta teman mahasiswa yang telah memberikan semangat. Dari sanalah kesuksesan berawal,semoga semua ini bisa memberiikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Wasalamu’alaikum. Wr.wb.
Pasuruan , Oktober  2014

penyusun




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Pendahuluan

Sebagai produk pemikiran manusia,  wacana-wacana yang dihasilkan oleh aliran kalam, seperti halnya aliran pemikiran keislaman lainnya memiliki titik kelemahan dan perlu mendapat kritikan yang memadai dan konstruktif. Diskursus ketuhanan yang tidak menyentuh persoalan-persoalan riil manusia yang kurang mendapat perhatian dari ilmu kalam merupakan titik kelemahan yang banyakdisorot.

Berbincang kelemahan ilmu kalam paling tidak terdapat tiga hal yang pelu di koreksi, diantaranya  kritik epistemologi yang berkisar pada cara yang digunakan oleh para pemuka aliran kalam menyelesaikan persoalan kalam, terutama ketika mereka menafsirkan Al Qur’an.

Selain aspek epistemologi, kritikan juga jatuh pada aspek Ontologi ilmu kalam yang hanya berkisar pada persoalan-persoalan ketuhanan dan yang berkaitan dengannya yang berkesan “mengawang-awang” dan jauh dari persoalan kehidupan manusia. Sedangkan kritik aspek Askiologi menyangkut pada kegunaan ilmu itu sendiri dalam menyingkap hakikat kebenaran yangtidakmenyentuhpadaranaempiris.

B.     Rumusan Masalah
Aliran ilmu kalam modern?







BAB II
PEMBAHASAN

ALIRAN KALAM MODERN (GERAKAN PEMBAHARUAN  DALAM ISLAM)

  1.  Muhammad Abduh (1849-1905)
“sesengguhnya aku menyeru kepada kebebasan berfikir dari ikatan belenggu taqlid dan memahami agama sebagaimana salaful ummat terdahulu”
Riwayat hidup M.Abduh 
Muhammad Abduh lahir pada tahun 1266.H atau 1849.M disebuah distrik bernama sibsyir kota mahallah nasr dari profinsi bakhirhah,Mesir. Dari keluarga berperekonomian menengah yang berprofesi sebagai petani. Beliau belajar Al-quran di rumah ayahnya saat beliau berusia10 tahun. Dan selesai menghafalnya setelah dua tahun. Kemudian ayahnya mengutus beliau ke profinsi thonto guna memperbaiki bacaan tajwid disebuah sekolah al-quran bernama al-jamie al-ahmadi.
Diusianya yang masih remaja Muhammad Abduh dikenal sebagai anak yang tekun dan semangat dalam menuntut ilmu. Hal ini terlihat dari hasil gemilang yang kerap ia peroleh. Kemudian beliau pindah ke Universitas Al-Azhar pada pertengahan syawal 1282.H atau 1862.M guna melanjutkan jenjang pendidikan. Beliau slalu konsisten dan istiqomah menuntut ilmu dari guru-gurunya (suyukh). Hingga ia bertemu dengan Sayyid Syaid Jamaluddin Al-Afghani pada bulan muharram 1287.H. yang darinya beliau banyak belajar berbagai macam ilmu:ilmu riyadi,filsafat,dan ilmu kalam. Keterikatan beliau dan Jamaluddin Al-Afghani sangatlah erat. Sehingga dalam waktu singkat dampak pemikiran Jamaladdin Al-Afghani tampak jelas pada diri Muhammad Abduh. Banyak buku yang telah dibaca dan dikuasai. Kemudian beliau mulai menulis dan menerbitkan buku. Beliau banyak menulis dalam ilmu mantiq dan ilmu kalam. Ulasan dan pembahasan yang sistematis sampai beberapa mahasiswa memujinya dangan ungkapan: tak pernah sebelumnya aku membaca yang sehebat ini. Sejak itu beliau mulai terkenal. Terlebih setelah beliau mendapatkan sahadah alamiyah dari Al-Azhar pada tahun 1294 H atau 1877 M. Selanjutnya beliu mengajar dibeberapa sekolah.
Pada tahun 1300 H atau 1882 M beliau dideportasi karena dianggap terlibat dalam revolusi arab. Kemudian beliau berdiam di syam. Ditengah masa pengasingannya beliau sempat tinggal di Paris selama sepuluh bulan hingga menerbitkan sebuah jurnal urwatul wusqa bersama guru beliau Jamaluddin Al-Afghani. Beliau kembali ke Mesir pada tahun 1307 H atau 1889 M dan diangkat menjadi anggota Majlis idaroh Al-Azhar. Kemudian mendapat kedudukan sebagai mufti mesir pada tahun 1317 H atau 1899 M.

Metode Muhammad Abduh dalam pembaharuan
Dalam melakukan perbaikan Muhammad Abduh memandang bahwa suatu perbaikan tidaklah selamanya datang melalui revolusi atau cara serupa. Seperti halnya perubahan sesuatu secara cepat dan drastis. Akan tetapi juga dilakukan melalui perbaikan metode pemikiran pada Umat Islam. Melaui pendidikan,pembelajaran,dan perbaikan akhlaq. Juga dengan pembentukan masyarakat yang berbudaya dan berfikir yang bisa melakukan pembaharuan dalam agamanya. Sehingga dengannya akan tercipta rasa aman dan keteguhan dalam menjalankan agama Islam. Muhammad Abduh menilai bahwa cara ini akan membutuhkan waktu lebih panjang dan lebih rumit. Akan tetapi memberikan dampak perbaikan yang lebih besar dibanding melalui politik dan perubahan secara besar-besaran dalam mewujudkan suatu kebangkitan dan kemajuan. Sebagaimana telah didefinisikan bahwa pembaharuan(tajdid) adalah kebangkitan dan penghidupan kembali dalam bidang keilmuan Islam dan aplikasi sebagaimana pada zaman Rasullullah dan para sahabat. Yang selama ini sempat hilang,terlupakan,bahkan terhapus dari tubuh Umat Islam.
Sebagaimana telah diungkapkan oleh Muhammad Abduh bahwa metodenya dalam perbaikan adalah jalan tengah (al-man’haj al-wusto). Dalam hal ini beliau membagi Umat Islam kepada 2 bagian yaitu:
1.      mereka yang condong kepada ilmu-ilmu agama dan apa yang berhubungan dengan itu semua. Mereka itu yang biasa disebut al-muqallid.
2.      mereka yang condong pada ilmu-ilmu dunia. Yang silau dan kagum akan barat serta berbagai disiplin ilmu yang dimiliki,dan kemajuannya dalam bidang materi.
Metode dalam pembaharuan yang digunakan oleh Muhammad Abduh adalah mengambil jalan tengah antara kedua kelompok diatas. Menyeimbangkan antara kedua jalan tersebut. Yaitu antara kelompok yang berpegang teguh pada kejumudan taqlid dan mereka yang berlebihan dalam mengikuti barat baik itu pada budaya dan disiplin ilmu yang mereka miliki. Sebagaimana yang diungkapan oleh Muhammad Abduh dalam metode pembaharuannya: “sesengguhnya aku menyeru kepada kebebasan berfikir dari ikatan belenggu taqlid dan memahami agama sebagaimana salaful ummat terdahulu”. Yang dimaksud dengan salaful Umat di sini adalah kembali kepada sumber-sumber yang asli yaitu al-qur’an dan al-hadist sebagaimana yang dipraktikkan oleh para salafus shaleh terdahulu.
Di antara ide-ide pemikiran pembaharuan Muhammad abduh ialah :
1.      Penghapusan paham jumud yang berkembang di dunia Islam saat itu
2.      Pembukaan pintu ijtihad sebagai dasar yang penting dalam menginterpretasikan kembali ajaran Islam
3.      Kekuasaan negara harus dibatasi konstitusi yang telah dibuat negara bersangkutan
4.      Memodernisasikan sistem pendidikan Islam di Al-azhar, dan salah satunya dengan memasukan mata kuliah filsafat.

Dampak pemikiran Muhammad Abduh dalam pemikiran Islam kontemporer
Mohammad Abduh adalah seorang pelopor reformasi dan pembaharuan dalam pemikiran Islam.Ide-idenya yang cemerlang,meninggalkan dampak yang besar dalam tubuh pemikiran Umat Islam.beliaulah pendiri sekaligus peletak dasar-dasar sekolah pemikiran pada zaman modern juga menyebarkannya kepada manusia. Walau guru beliau Jamal Al-Afghani adalah sebagai orang pertama yang mengobarkan percikan pemikiran dalam jiwanya,akan tetapi Imam Muhammad Abduh sebagai mana diungkapkan Doktor.Mohammad Imarah,adalah seorang arsitektur terbesar dalam gerakan pembaharuan dan reformasi atau sekolah pemikiran modern. Melebihi guru beliu Jamaluddin Al-Afghani.
Muhammad Abduh memiliki andil besar dalam perbaikan dan pembaharuan pemikiran Islam kontemporer. Telah banyak pembaharuan yang beliau lakukan diantaranya:
1.      Reformasi pendidikan
Mohammad Abduh memulai perbaikannya melalui pendidikan. Menjadikan pendidikan sebagai sektor utama guna menyelamatkan masyarakat mesir. menjadikan perbaikan sistem pendidikan sebagai asas dalam mencetak muslim yang shaleh.
2.      mendirikan lembaga dan yayasan sosial.
Sepak terjang dalam perbaikan yang dilakukan Muhammad Abduh tidak hanya terbatas pada aspek pemerintahan saja seperti halnya perbaikan pendidikan dan Al-Azhar. Akan tetapi lebih dari itu hingga mendirikan beberapa lembaga-lembaga sosial. Diantaranya: Jami’ah khairiyah Islamiyah,jami’ah ihya al-ulum al-arabiyah,dan juga jami’ah at-taqorrub baina al-adyan.
3.      mendirikan sekolah pemikiran.
Muhammad Abduh adalah orang pertama yang mendirikan sekolah pemikiran kontemporer. Yang memiliki dampak besar dalam pembaharuan pemikiran Islam dan kebangkitan akal Umat muslim dalam menghadapi musuh-musuh Islam yang sedang dengan gencar menyerang Umat muslim saat ini.
  1. B. Muhammad Iqbal (1896-1939)
Biografi Singkat M. Iqbal
Iqbal dilahirkan di Sialkot-India (suatu kota tua bersejarah di perbatasan Punjab Barat dan Kashmir) pada tanggal 9 November 1877/ 2 Dzulqa’dah 1294 , dan wafat pada tanggal 21 April 1938. Meski terlahir dari keluarga miskin, berkat kecerdasannya dalam memahami ilmu, bantuan beasiswa ia peroleh dari tingkat sekolah menengah hingga perguruan tinggi. Iqbal pun mendapatkan pendidikan yang baik. Setelah pendidikan dasarnya selesai di Sialkot, ia masuk Government College (Sekolah Tinggi Pemerintah) Lahore. Iqbal tercatat sebagai murid kesayangan dari Sir Thomas Arnold. Iqbal lulus pada tahun 1897 dan mendapatkan dua medali emas karena kemampuannya yang baik dalam bahasa Inggris dan Arab, serta memperoleh beasiswa. Hingga pada tahun 1909, ia mendapatkan gelar master dalam bidang filsafat.
Iqbal dilahirkan dari kalangan keluarga yang taat beribadah. Sejak kecil ia telah mendapatkan bimbingan langsung dari sang ayah, Sayyid Mohammad Noor dan Muhammad Rafiq kakeknya. Pendidikan dasar sampai tingkat menengah ia selesaikan di Sialkot untuk kemudian melanjutkan ke Perguruan Tinggi di Lahore, di Cambridge-Inggris dan terakhir di Munich-Jerman dengan mengajukan tesis berjudul The Development Of Metaphysics in Persia. Sekembalinya dari Eropa tahun 1909 ia diangkat menjadi Guru Besar di Lahore dan sempat menjadi pengacara.
Karya-karya Iqbal yang tercatat diantaranya adalah Bang-i-dara (Genta Lonceng), Payam-i-Mashriq (Pesan Dari Timur), Asrar-i-Khudi (Rahasia-rahasia Diri), Rumuz-i-Bekhudi (Rahasia-rahasia Peniadaan Diri), Jawaid Nama (Kitab Keabadian), Zarb-i-Kalim (Pukulan Tongkat Nabi Musa), Pas Cheh Bayad Kard Aye Aqwam-i-Sharq (Apakah Yang Akan Kau Lakukan Wahai Rakyat Timur?), Musafir Nama, Bal-i-Jibril (Sayap Jibril), Armughan-i-Hejaz (Hadiah Dari Hijaz), Devlopment of Metaphyiscs in Persia, Lectures on the Reconstruction of Religius Thought in Islam -‘Ilm al-Iqtishâd, A Contibution to the History of Muslim Philosopy, Zabur-i-‘Ajam (Taman Rahasia Baru), Khusal Khan Khattak, dan Rumuz-i-Bekhudi (Rahasia Peniadaan Diri).
Sebagai seorang pemikir, tentu tidak dapat sepenuhnya dikatakan bahwa gagasan-gagasannya tersebut lahir tanpa dipengaruhi oleh pemikir-pemikir sebelumnya. Jika dilihat dari kondisi sosial politik di masanya, Iqbal hidup pada masa kekuasaan kolonial Inggris. Pada masa ini, pemikiran kaum muslimin di benua India sangat dipengaruhi oleh seorang tokoh religius, yaitu Syah Waliyullah Ad-Dahlawi dan Sayyid Ahmad Khan . Kecuali Ahmad Khan, Syah Waliyullah adalah pemikir muslim pertama yang menyadari bahwa kaum muslimin tengah menghadapi jaman modern yang di dalamnya ada tantangan serius dari Inggris mengenai masalah pemahaman Islam, terlebih ketika Dinasti Mughal terakhir di India mengalami kekalahan saat melawan Inggris pada tahun 1857, yang juga sangat mempengaruhi 41 tahun kekuasaan Imperium Inggris , dan bahkan pada tahun 1858 British East India Company dihapus dan Raja Inggris bertanggungjawab atas pemerintah imperium India .

Pemikiran Muhammad Iqbal
Menurut Dr. Syed Zafrullah Hasan dalam pengantar buku Metafisika Iqbal yang ditulis oleh Dr. Ishrat Hasan Enver, Iqbal memiliki beberapa pemikiran yang fundamental, yaitu intuisi, diri, dunia, dan Tuhan. Baginya, Iqbal sangat berpengaruh di India, bahkan pemikiran Muslim India dewasa ini tidak akan dapat dicapai tanpa mengkaji ide-idenya secara mendalam.
Namun yang diketahui dan difahami oleh masyarakat dunia dengan bukti berupa literatur-literatur yang beredar luas, Iqbal adalah seorang negarawan, filosof dan sastrawan. Hal ini tidak sepenuhnya keliru karena memang gerakan-gerakan dan karya-karyanya mencerminkan hal itu. Dan jika dikaji, pemikiran-pemikirannya yang fundamental (intuisi, diri, dunia, dan Tuhan) itulah yang menggerakkan dirinya untuk berperan di India pada khususnya dan di belahan dunia timur ataupun barat pada umumnya, baik sebagai negarawan maupun sebagai agamawan. Karena itulah ia disebut sebagai Tokoh Multidimensional.
Dengan latar belakang itu pula maka penulis akan memaparkan gagasan-gagasan Iqbal dalam dua hal, yaitu pemikirannya tentang politik dan tentang Islam.

1.      C. Sayyid Ahmad Khan (1817-1898)
Riwayat Hidup Sayyid ahmad Khan
Sayyid Ahmad Khan berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW melalui Fatimah dan Ali dan dia dilahirkan di Delhi pada tahun 1817 M. Nenek dari Syyaid Ahmad Khan adalah Syyid Hadi yang menjadi pembesar istana pada zaman Alamaghir II ( 1754-1759 ) dan dia sejak kecil mengenyam pendidikan tradisional dalam wilayah pengetahuan Agama dan belajar bahasa Arab dan juga pula belajar bahasa Persia. Ia adalah sosok orang yang gemar membaca buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan dia ketika berumur belasan tahun dia bekerja pada serikat India Timur. Bekerja pula sebagai Hakim, tetapi pada tahun 1846 ia kembali pulang ke kota kelahirannya Delhi.
Di kota inilah dia gunakan waktunya dan kesempatannya untuk menimba ilmu serta bergaul dengan tokoh – tokoh , pemuka Agama dan sekaligus mempelajari serta melihat peninggalan – peninggalan kejayaan Islam, seperti Nawab Ahmad Baksh, Nawab Mustafa Khan,Hakim Mahmud Khan, dan Nawab Aminuddin. Selama di Delhi Sayyid Ahmad Khan memulai untuk mengarang yang mana karyanya yang pertama adalah Asar As – Sanadid. Dan pada tahun 1855 dia pindah ( hijrah ) ke Bijnore, di tempat ini pula dia tetap mengarang buku – buku penting mengenai Islam di India. Pada tahun 1857 terjadi pemberontakan dan kekacauan di akibatkan politik di Delhi yang menyebabkan timbulnya kekerasan ( anarkis ) terhadap penduduk India. Ketika dia melihat keadaan masyarakat India kususnya Delhi, ia berfikir untuk meninggalkan India menuju Mesir, tetapi dia sadar dan terketuk hatinya harus memperjuangkan umat Islam India agar memjadi maju, maka ia berusaha mencegah terjadinya kekerasan dan konflik, serta mejadi penolong orang Inggris dari pembunuhan, hingga di beri gelar Sir, tetapi ia menolaknya atas gelar yang di berikan tersebut. Pada tahun 1861 ia mendirikan sekolah Inggris di Muradabad, dan pada tahun 1878 ia juga mendirikan sekolah Mohammedan Angio Oriental College ( MAOC ) di Aligarh yamg merupakan karya yamg paling bersejarah dan berpengaruh untuk memajukan perkembangan dan kemajuan Islam di India.
Ketika Inggris menginjakkan kakinya dan menancapkan benderanya di India, kemudian runtuhlah perbendaharaan Kerajaan Timur (diambil dari nama Timurlenk pendiri kedaulatan Mongol pada abad ke enambelas Masehi). Yang menjadi tujuan mereka adalah untuk melemahkan aqidah ummat Islam dan agar mereka (ummat Islam) menganut paham orang-orang Inggris. Tujuan yang lain adalah untuk mempersempit kehidupan ummat Islam dengan mengadakan berbagai penekanan dan paksaan-paksaan. Dengan demikian maka ummat Islam tidak akan mengenal aqidah Islam yang sebenarnya dan akan melalaikan kewajibannya. Ketika para pemerintah lalim itu gagal memanfaatkan cara pertama, mereka mempergunakan cara yang kedua. Mereka mulai merencanakan untuk menghilangkan Agama Islam dari India, sebab mereka hanya takut menghadapi kaum muslimin yang kehilangan pemimpin dan hak-hak mereka.
Maka datanglah seorang bernama Sayyid Ahmad Khan (gelar bangsawan di India) mendekati penjajah Inggris untuk meraih keuntungan. Mulai dia melangkah untuk meninggalkan agamanya (Islam) dan menganut agama yang dipeluk oleh bangsa Inggris. Ia mulai menulis sebuah buku dimana ia menyatakan bahwa Taurat dan Injil tidak pernah diubah-ubah oleh tangan manusia, untuk mendapatkan pangkat dari tangan penjajah. Orang Inggris tidak percaya kepadanya sehingga ia benar-benar menyatakan bahwa dirinya adalah “seorang Kristen”. Ia sadar bahwa usahanya yang hina ini sia-sia belaka dan ia tidak mampu mengubah agama penganut Islam kecuali beberapa orang saja. Maka ia memulai cara lain dalam pengabdiannya kepada pemerintah Inggris: dengan memecah belah persatuan ummat Islam. Ia memunculkan dirinya sebagai seorang naturalis ateis dan menyatakan bahwa tak ada sesuatu apapun kecuali alam (nature) dan bahwa alam ini tidak ada Tuhan yang menciptakan, Ia menyatakan bahwa semua Nabi adalah naturalis, tidak percaya kepada Tuhan yang membuat undang-undang. Pemerintah Inggris merasa bahagia dengan usahanya itu, dan melihat bahwa cara tersebut adalah yang paling baik untuk merusak hati kaum Muslimin. Mereka menghormati dan menjunjung Ahmad Khan dan membantu dia untuk mendirikan sekolah di Alighar dengan nama sekolah “Muhammadiyin”, sebagai perangkap untuk menghimpun pemuda-pemuda Mu’min dan dididik menurut pemikiran Ahmad Khan.
Ahmad Khan juga menulis sebuah tafsir Al Qur’an, dimana ia banyak mengubah maksud yang sebenarnya. Ia menerbitkan majalah bernama Tahdzibul-Akhlaq yang isinya hanya membingungkan pikiran kaum Muslimin dan memecah belah mereka serta menyalakan api permusuhan antara ummat Islam India dan yang lain, khususnya warga kerajaan Ottoman. Secara terus terang ia menghilangkan seluruh agama yang ada, namun pada hakekatnya agama Islam, Ia mengajak manusia untuk kembali ke “alam”, dengan alasan bahwa bangsa Eropa tidak akan maju peradabannya dan tidak akan memiliki ilmu pengetahuan, kerendahan hati dan kekuatan yang begitu tinggi kecuali dengan membuang agama dan kembali kepada maksud agama yang sebenarnya, yaitu menyelidiki nature (alam). Itulah pendapatnya.
Sistem penafsiran Ahmad Khan terhadap Al Qur’an didasarkan atas dasar nature (alam), yang menentang adanya Mu’jizat dan hal-hal yang ada diluar kebiasaan. Maka ia menyatakan bahwa “kenabian” adalah tujuan yang dapat diperoleh dengan jalan latihan jiwa (Riyadloh Nafsiyah), tujuan tersebut adalah alami dan manusiawi, dan caranya pun manusiawi tidak luar biasa. Namun demikian ia mengakui Muhammad sebagai penutup Risalah Ilahi.
Ketika menerangkan ayat tentang peperangan, ia melemahkan kewajiban jihad pada masa yang akan datang. Dan ayat yang berhubungan dengan Ahlul Kitab, ia tafsirkan bahwa tak ada jarak antara ahlul kitab dan ummat Islam. Ia mengajak kerja sama antara orang-orang Islam dan orang-orang Barat, ia mengajak kepada Humanisme Agama (yakni kemanusiaan yang dianjurkan oleh semua agama samawi). Dalam konsep tersebut tak ada perbedaan negara, bangsa, agama, dan paham. Dengan demikian Ahmad Khan memiliki jasa di bidang politik dan pendidikan disertai motivasi pembaharuan agama. (Al Bahiy, M, Dr. 1986:4-8).
Sayyid Ahmad Khan yang kemudian dihujat dan dicap kafir oleh para ulama’ Makkah, beliau tidak langsung putus asa dalam memperjuangkan pendapatnya, bahkan beliau tidak menggubrisnya. Sementara menurut cendekiawan muda Muslim India, beliau diagungkan karena memiliki ide-ide yang cemerlang untuk membangkitkan ummat Islam India dari keterpurukan.
Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa peningkatan kedudukan umat Islam India, dapat diwujudkan hanya dengan bekerja sama dengan Inggris. Inggris merupakan penguasa yang terkuat di India dan menentang kekuasaan, itu tidak akan membawa kebaikan bagi umat Islam India. Hal ini akan membuat mereka tetap mundur dan akhirnya akan jauh ketinggalan dari masyarakat Hindhu India.
Jalan yang harus ditempuh umat Islam untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan itu bukanlah bekerja sama dengan Hindu dalam menentang Inggris tetapi memperbaiki dan memperkuat hubungan baik dengan Inggris.
Ia berusaha meyakinkan pihak Inggris bahwa dalam pemberontakan 1857, umat Islam tidak memainkan peranan utama. Untuk itu Ia keluarkan pamflet yang mengandung penjelasan tentang hal-hal yang membawa pada pecahnya pemberontakan 1857. diantara sebab-sebab yang ia sebut adalah yang berikut:
·         Intervensi Inggris dalam soal keagamaan, seperti pendidikan agama Kristen yang diberikan kepada yatim piatu di panti-panti yang diasuh oleh orang Inggris, pembentukan sekolah-sekolah misi Kristen, dan penghapusan pendidikan agama dari perguruan-perguruan tinggi.
·         Tidak turut sertanya orang-orang India, baik Islam maupun Hindu, dalam lembaga-lembaga perwakilan rakyat, hal yang membawa kepada:
Rakyat India tidak mengetahui tujuan dan niat Inggris mereka,  anggap Inggris datang untuk merobah agama mereka menjadi Kristen.Pemerintah Inggris tidak mengetahui keluhan-keluhan rakyat India.
Pemerintah Inggris tidak berusaha mengikat tali persahabatan dengan  rakyat India, sedang kestabilan dalam pemerintahan bergantung pada hubungan baik dengan rakyat. Sikap tidak menghargai dan tidak menghormati rakyat India, membawa kepada akibat yang tidak baik.
Atas usaha-usahanya dan atas sikap setia yang ia tunjukkan terhadap Inggris, Sayyid Ahmad Khan akhirnya berhasil dalam merobah pandangan Inggris terhadap umat Islam India. Dan sementara itu anjuran supaya jangan mengambil sikap melawan tetapi sikap berteman dan bersahabat dengan Inggris untuk menjalin hubungan baik antara orang Inggris dan umat Islam. Agar umat Islam dapat ditolong dari kemundurannya, telah dapat diwujudkan dimasa hidupnya.
Diantara ide-ide yang cemerlang itu adalah sebagai berikut:
1.      Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa peningkatan kedudukan ummat Islam India, dapat diwujudkan dengan hanya bekerjasama dengan Inggris. Inggris merupakan penguasa terkuat di India, dan menentang kekuasaan itu tidak membawa kebaikan bagi ummat Islam India. Hal ini akan membuat mereka tetap mundur dan akhirnya akan jauh ketinggalan dari masyarakat Hindu India. Disamping itu dasar ketinggian dan kekuatan barat, termasuk didalamnya Inggris, ialah ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Untuk dapat maju, ummat Islam harus pula menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu. Jalan yang harus ditempuh ummat Islam untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang diperlukan itu bukanlah kerjasama dengan Hindu dalam menentang Inggris tetapi memperbaiki dan memperkuat hubungan baik dengan Inggris. Ia berusaha meyakinkan pihak Inggris bahwa dalam pemberontakan 1857, ummat Islam tidak memainkan peranan utama. Atas usaha-usahanya dan atas sikap setia yang ia tunjukkan terhadap Inggris. Sayyid Ahmad Khan akhirnya berhasil dalam merobah pandangan Ingris terhadap ummat Islam India. Dan sementara itu kepada ummat Islam ia anjurkan supaya jangan mengambil sikap melawan, tetapi sikap berteman dan bersahabat dengan inggris. Cita citanya untuk menjalani hubungan baik antara inggris dan umat islam, agar demikian ummat islam dapat di tolong dari kemunduranya ,telah dapat di wujudkan di masa hidupnya.
2.      Sayid Ahmad Khan melihat bahwa ummat Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Peradaban Islam klasik telah hilang dan telah timbul peradaban baru di barat. Dasar peradaban baru ini ialah ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi modern adalah hasil pemikiran manusia. Oleh karena itu akal mendapat penghargaan tinggi bagi Sayyid Ahmad Khan. Tetapi sebagai orang Islam yang percaya kapada wahyu, ia berpendapat bahwa kekuatan akal bukan tidak terbatas. Karena ia percaya pada kekuatan dan kebebasan akal, sungguhpun mempunyai batas, ia percaya pada kebebasan dan kemerdekaan manusia dalam menentukan kehendak dan melakukan perbuatan Alam, Sayyid Ahmad Khan selanjutnya, berjalan dan beredar sesuai dengan hukum alam yang telah ditentukan Tuhan itu. Segalanya dalam alam terjadi menurut hukum sebab akibat. Tetapi wujud semuanya tergantung pada sebab pertama (Tuhan). Kalau ada sesuatu yang putus hubungannya dengan sebab pertama, maka wujud sesuatu itu akan lenyap.
3.      Sejalan dengan ide-ide diatas, ia menolak faham Taklid bahkan tidak segan-segan menyerang faham ini. Sumber ajaran Islam menurut pendapatnya hanyalah Al Qur’an dan Al Hadist. Pendapat ulama’ di masa lampau tidak mengikat bagi ummat Islam dan diantara pendapat mereka ada yang tidak sesuai lagi dengan zaman modern. Pendapat serupa itu dapat ditinggalkan. Masyarakat manusia senantiasa mengalami perubahan dan oleh karena itu perlu diadakan ijtihad baru untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan suasana masyarakat yang berobah itu. Dalam mengadakan ijtihad, ijma’ dan qiyas baginya tidak merupakan sumber ajaran Islam yang bersifat absolute. Hadits juga tidak semuanya diterimanya karena ada hadits buat-buatan. Hadits dapat ia terima sebagai sumber hanya setelah diadakan penelitian yang seksama tentang keasliannya.
4.      Yang menjadi dasar bagi system perkawinan dalam Islam, menurut pendapatnya, adalah system monogamy, dan bukan system poligami sebagaimana telah dijelaskan oleh ulama’-ulama’ dizaman itu. Poligami adalah pengecualian bagi system monogamy itu. Poligami tidak dianjurkan tetapi dibolehkan dalam kasus-kasus tertentu. Hukum pemotongan tangan bagi pencuri bukan suatu hukum yang wajib dilaksanakan, tetapi hanya merupakan hukum maksimal yang dijatuhkan dalam keadaan tertentu. Disamping hukum potong tangan terdapat hukum penjara bagi pencuri. Perbudakan yang disebut dalam Al Qur’an hanyalah terbatas pada hari-hari pertama dari perjuangan Islam. Sesudah jatuh dan menyerahnya kota Makkah, perbudakan tidak dibolehkan lagi dalam Islam. Tujuan sebenarnya dari do’a ialah merasakan kehadiran Tuhan, dengan lain kata do’a diperlukan untuk urusan spiritual dan ketenteraman jiwa. Faham bahwa tujuan do’a adalah meminta sesuatu dari Tuhan dan bahwa Tuhan mengabulkan permintaan itu, ia tolak. Kebanyakan do’a, demikian ia menjelaskan, tidak pernah dikabulkan Tuhan.
5.      Dalam ide politik, Sayyid Ahmad Khan, berpendapat bahwa ummat Islam merupakan satu ummat yang tidak dapat membentuk suatu Negara dengan ummat Hindu. Ummat Islam harus mempunyai Negara tersendiri,. Bersatu dengan ummat Hindu dalam satu Negara akan membuat minoritas Islam yang rendah kemajuannya, akan lenyap dalam mayoritas ummat Hindu yang lebih tinggi kemajuannya.

Inilah pokok-pokok pemikiran Sayyid Ahmad Khan mengenai pembaharuan dalam Islam. Ide-ide yang dimajukannya banyak persamaannya dengan pemikiran Muhammad Abduh di Mesir. Kedua pemuka pembaharuan ini sama-sama memberi penghargaan tinggi kepada akal manusia, sama-sama menganut faham Qadariyah, sama-sama percaya kepada hukum alam ciptaan Tuhan, sama-sama menentang taklid, dan sama-sama membuka pintu ijtihad yang dianggap tertutup oleh ummat Islam pada umumnya diwaktu itu.
ILMU KALAM MODERN (Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, dan Sayyid Ahmad Khan)

Dibawah ini akan di paparkan tentang tawaran kalam modern berseta tokoh-tokohnya.

B.      MuhammadAbduh
1.      Riwayat Singkat Muhammad Abduh

Syekh Muhammad Abduh, nama lengkapnya Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Beliau lahir di desa Mahallat Nashr kabupaten Al-Buhairah (Mesir) pada tahun 1849 M. Beliau bukan berasal dari keturunan yang kaya dan bukan pula keturunan bangsawan. Namun demikian, ayah beliau di kenal sebagai orang terhormat yang suka member pertolongan.[1]  Kekerasan yang di terapkan oleh penguasa-penguasa Muhammad Ali dalam memungut pajak menyebabkan penduduk berpindah-pindah tempat untuk menghindari nya, Abduh lahir pada kondisi yang penuh deanga kecemasan ini.[2]

Mula-mula Abduh dikirim ayahnya ke Mesjid Al-Ahmadi Tantabelakangan tempat ini menjadi pusat kebudayaan selain Al-Azhar. Namun sistem pengajaran disana sangat menjengkelkannya sehingga setelah 2 tahun disana, beliau memutuskan untuk kembali ke desanya dan bertani seperti saudara-saudara serta kerabatnya. Ketika kembali ke desa, beliau dikawinkan. Pada saat itu beliau berumur 16 tahun, semula beliau bersikeras untuk tidak melanjutkan studinya, tetapi beliau kembali belajar atas dorongan pamannya, Syekh Darwish, yang banyak mempengaruhi kehidupan Abduh sebelum bertemu dengan Jamaluddin Al-Afghani. Atas jasanya itu, Abduh berkata “ … Ia telah membebaskan ku dari penjara kebodohan (the prison of ignorance) dan membimbing ku menuju ilmu pengetahuan …”)[3]

Setelah menyelesaikan studinya di bawah bimbingan pamannya, Abduh melanjutkan studi di Al-Azhar pada bulan Februari 1866. Tahun 1871, Jamaluddin Al-Afghani tiba di Mesir. Ketika itu Abduh masih menjadi mahasiswa Al-Azhar menyambut kedatangannya. Beliau selalu menghadiri pertemuan-pertemuan ilmiahnya dan beliau pun menjadi murid kesayangan Al-Afghani. Al-Afghani pulalah yang mendorong Abduh aktif menulis dalam bidang social dan politik. Artikel-artikel pembaharuanya banyak dimuat pada surat kabar Al-Ahram di Kairo.[4]

Setelah menyelesaikan studinya di Al-Azhar pada tahun 1877 dengan gelar Alim, Abduh mulai mengajar di Al-Azhar, di Dar Al-Ulum dan di rumahnya sendiri. Ketika Al-Afghani di usir dari Mesir pada tahun 1879 karena di tuduh mengadakan gerakan perlawanan terhadap Khedewi Taufiq, Abduh juga di tuduh ikut campur didalamnya. Ia di buang ke luar dari kota Kairo. Namun, pada tahun 1880, ia diperbolehkan kembali ke ibukota, kemudian diangkat menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintahan Mesir Al-Waqa’I Al-Mishriyyah.

Pada waktu itu kesadaran nasional Mesir mulai tampak dan di bawah pimpinan Abduh, surat kabar resmi itu memuat artikel-artikel tentang urgenitas nasional Mesir, di samping berita-berita resmi.[5]

Setelah revolusi Urabi 1882 (yang berakhir dengan kegagalan), Abduh, ketika itu masih memimpin surat kabar Al-waqa’i, dituduh terlibat dalam revolusi besar tersebut sehingga pemerintah Mesir memutuskan untuk mengasingkannya selama tiga tahun dengan memberikan hak kepadanya untuk memilih tempat pengasingannya, dan Abduh memilih Suriah. Di Negeri ini, beliau menetap selama setahun. Kemudian beliau menyusul gurunya Al-Afghani yang ketika itu berada di Paris. Di sana mereka menerbitkan majalah al-Urwah al-Wusqa [6] pada tahun 1884.

Karya-karyanya yang di buat di surat kabar banyak menghendaki kebebasan berfikir dan modern. Pendapatnya mulai mengarah juga kepada para fukaha yang masih memperselihkan masalah furuiyyah.[7] Yang bertujuan mendirikan Pan-Islam menentang penjajahan Barat, khususnya Inggris. Tahun 1885, Abduh diutus oleh surat kabar tersebut ke Inggris untuk menemui tokoh-tokoh Negara itu yang bersimpati kepada rakyat Mesir. Tahun 1899, Abduh diangkat menjadi Mufti Mesir. Kedudukan tinggi itu dipegangnya sampai beliau menginggal dunia pada tahun 1905.

2.     Pemikiran-Pemikiran
Kalam Muhammad Abduh

a.    Kedudukan Akal dan Fungsi Wahyu

Ada dua persoalan pokok yang menjadi fokus utama pemikiran Abduh, sebagai mana diakuinya sendiri, yaitu:[8]

·           Membebaskan akal pikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang menghambat perkembangan pengetahuan agama sebagaimana haknya salaf al-ummah (ulama sebelum abad ke-3 Hijriah), sebelum timbulnya perpecahan; yakni memahami langsung dari sumber pokoknya, Al-Quran.

·           Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik yang digunakan dalam percakapan resmi di kantor-kantor pemerintah maupun dalam tulisan-tulisan di media massa.

Dua persoalan pokok itu muncul ketika beliau meratapi perkembangan umat Islam pada masanya. Sebagaimana di jelaskan Sayyid Qutub, kondisi umat Islam saat itu dapat di gambarkan sebagai “suatu masyarakat yang beku, kaku; menutup rapat-rapat pintu ijtihad; mengabaikan peranan akal dalam memahami syari’at Allah atau meng-istinbat-kan hukum-hukum, karena mereka telah merasa cukup dengan hasil karya para pendahulunya yang juga hidup dalam masa kebekuan akal (jumud) serta yang berdasarkan khurafat-khurafat.

Atas dasar kedua fokus fikirannya itu, Muhammad Abduh memberikan peranan yang sangat besar kepada akal. Menurut Abduh, akal dapat mengetahui hal-hal berikut :[9]

·   Tuhan dan sifat-sifat-Nya;

·    Keberadaan hidup di akhirat;

·   Kebahagiaan jiwa di akhirat bergantung pada upaya mengenal Tuhan dan berbuat baik, sedangkan kesengsaraannya bergantung pada sikap tidak mengenal Tuhan dan melakukan perbuatan jahat;

·   Kewajiban manusia mengenal Tuhan;

·   Kewajiban manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiaan di akhirat;

·  Hukum-hukum mengenai kewajiban-kewajiban itu.

Abduh berpendapat bahwa antara akal dan wahyu tidak ada pertentangan, keduanya dapat disesuaikan. Kalau antara wahyu dan akal bertentang maka ada dua kemungkinan :[10]

·  Wahyu sudah diubah sehingga sudah tidak sesuai dengan akal;

·   Kesalahan dalam menggunakan penalaran.

Pemikiran semacam ini sangat dibutuhkan untuk menjelaskan bahwa islam adalah agama yang umatnya bebas berfikir secara rasional sehingga mendapatkan ilmu pengetahuan dan teori-teori ilmiah untuk kepentingan hidupnya, sebagaimana yang telah dimiliki oleh bangsa barat saat itu, dimana dengan ilmu pengetahuan mereka menjadi kreatif, dinamis dalam hidupnya.

Dengan memperhatikan pandangan Muhammad Abduh tentang peranan akal diatas, dan dapat di ketahui pula sebagaimana fungsi wahyu baginya. Baginya, wahyu adalah penolong (al-mu’in). Kata ini ia pergunakan untuk menjelaskan fungsi wahyu bagi akal manusia. Wahyu, katanya menolong akal untuk mengetahui sifat dan keadaan kehidupan alam akhirat, mengatur kehidupan masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum yang dibawanya, menyempurnakan pengetahuan akal tentang Tuhan dan sifat-sifat-Nya dan mengetahui cara beribadah serta berterima kasih kepada Tuhan. Dengan demikian, wahyu bagi Abduh berfungsi sebagai konfirmasi, yaitu untuk menguatkan dan menyempurnakan pengetahuan akal dan informasi.

b.  Kebebasan Manusia dan Fatalisme

Bagi Abduh, di samping mempunyai daya piker, manusia juga mempunyai kebebasan memilih, yang merupakan sifat dasar alami yang ada dalam diri manusia. Kalau sifat dasar ini di hilangkan dari dirinya , ia bukan manusia lagi, tetapi makhluk lain. Manusia dengan akalnya mampu mempertimbangkan akibat perbuatan yang dilakukannya, kemudian mengambil keputusan dengan kemauannya sendiri, dan selanjutnya mewujudkan perbuatannya itu dengan daya yang ada dalam dirinya.[11]

c.  Sifat-sifat
Tuhan

Dalam risalah, ia menyebut sifat-sifat Tuhan.
Adapun mengenai masalah apakah sifat itu termasuk esensi Tuhan atau yang lain? Ia menjelaskan bahwa hal itu terletak diluar kemampuan manusia. Dengan demikian Nasution melihat bahwa Abduh cenderung kepada pendapat bahwa sifat termasuk esensi Tuhan walaupun tidak secara tegas mengatakannya.[12]

d.  Kehendak Mutlah Tuhan

Karena yakin akan kebebasan dan kemampuan manusia, Abduh melihat bahwa Tuhan tidak bersifat mutlak. Tuhan telah membatasi kehendak mutlah-Nya dengan member kebebasan dan kesanggupan kepada manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatanya.

Kehendak mutlah Tuhan pun dibatasi oleh sunnahtullah secara umum. Ia tidak mungkin menyimpang dari sunnahtullah yang telah ditetapkannya. Di dalamnya terkandung arti bahwa tuhan dengan kemauan-Nya sendiri telah telah membatasi kehendak-Nya dengan sunnahtullah yang diciptakan-Nya untuk mengatur alam ini.[13]

e. Keadilan Tuhan

Karena memberikan daya besar kepada akal dan kebebasan manusia, Abduh mempunyai kecenderungan untuk memahami dan meninjau ala mini bukan hanya dari segi kehendak mutlat Tuhan, tetapi juga dari segi pandangan dan kepentingan manusia. Ia berpendapat bahwa ala mini diciptakan untuk kepentingan manusia dan tidak satupun ciptaan Tuhan yang tidak membawa mamfaat bagi manusia.[14]

f.  Antropomorfisme

Karena Tuhan termasuk dalam alam rohani, rasio tidak dapat menerima faham bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani. Abduh, yang memberi kekuatan besar pada akal, berpendapat bahwa tidak mungkin esensi dan sifat-sifat Tuhan mengambil bentuk tubuh atau roh makhluk di alam ini. Kata-kata wajah, tangan, duduk dan sebagainya mesti difahami sesuai dengan pengertian yang diberikan orang Arab kepadanya.[15]

g.  Melihat Tuhan

Muhammad Abduh tidak menjelaskan pendapatnya apakah Tuhan yang bersifat rohani itu dapat dilihat oleh manusia dengan mata kepalanya di hari perhitungan kelak? Ia hanya menyebutkan bahwa orang yang pecaya pada tanzih (keyakinan bahwa tidak ada satu pun dari makhluk yang menyerupai Tuhan) sepakat menyatakan bahwa Tuhan tak dapat digambarkan ataupun dijelaskan dengan kata-kata. Kesanggupan melihat Tuhan dianugerahkan hanya kepada orang-orang tertentu di akhirat.[16]

h. Perbuatan Tuhan

Karena berpendapat bahwa ada perbuatan Tuhan yang wajib, Abduh sefaham dengan Mu’tazilah dalam mengatakan bahwa wajib bagi Tuhan untuk berbuat apa yang terbaik bagi manusia.[17]

C. Muhammad Iqbal

1. Riwayat Hidup Muhammad Iqbal

Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1873.
Beliau berasal dari keluarga kasta Brahmana Khasmir. Ayahnya bernama Nur Muhammad yang terkenal saleh. Guru pertama beliau adalah ayahnya sendiri kemudian beliau dimasukkan ke sebuah maktab untuk mempelajari Al-Qur’an.[18]

Setelah itu, beliau dimasukkan Scottish Mission School. Di bawah bimbingan Mir Hasan, beliau diberi pelajaran agama, bahasa Arab, dan bahasa Persia. Setelah menyelesaikan sekolahnya di Sialkot, belaiu pergi ke Lahore, sebuah kota besar di India untuk melanjutkan belajarnya di Government College, Di situ ia bertemu dengan Thomas Arnold, seorang orientalis yang menjadi guru besar dalam bidang filsafat pada universitas tersebut.[19]

Ketika belajar di kota India, Beliau menawarkan beberapa konsep pemikiran seperti, perlunya pengembangan ijtihad dan dinamisme Islam. Pemikiran ini muncul sebagai bentuk ketidak sepakatnya terhadap perkembangan dunia Islam hampir enam abad terakhir. Posisi umat Islam mengalami kemunduran. Pada perkembangan Islam pada abad enam terakhir, umat islam bearada dalam lingkungan kejumudan yang disebabkan kehancuran Baghdad sebagai simbol peradaban ilmu pengetahuan dan agama pada pertengahan abad 13.[20]

Dua tahun kemudian beliau pindak ke Munich, Jerman. Di Universitas ini, beliau memperoleh gelar Ph. D dalam tasawuf dengan disertasinya yang berjudul The Development of Metaphysics in Persia (Perkembangan Metafisika di Persia).[21]

Beliau tinggal di Eropa kurang lebih selama tiga tahun. Sekembalinya dari Munich, beliau menjadi advokat dan juga sebagai dosen. Buku yang berjudul The Recontruction of Religius Thought in Islam adalah kumpulan dari ceramah-ceramahnya sejak tahun 1982 dan merupakan karyanya terbesar dalam bidang filsafat.[22]

Pada tahun 1930, beliau memasuki bidang politik dan menjadi ketua konferensi tahunan Liga Muslim di Allahabad, kemudian pada tahun 1931 dan tahun 1992, beliau ikut dalam Konferensi Meja Bundar di London yang membahas konstitusi baru bagi India. Pada bulan Oktober tahun 1933, beliau di undang ke Afganistan untuk membicarakan pembentukan Universitas Kabul. Pada tahun 1935, beliau jatuh sakit dan bertambah parah setelah istrinya meninggal dunia pada tahun itu pula, dan beliau meninggal pada tanggal 20 April 1935.[23]

2.  Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal

Islam dalam pandangan beliau menolak konsep lama yang menyatakan bahwa alam bersifat statis. Islam, katanya, mempertahankan konsep dinamis dan mengakui adanya gerak perubahan dalam kehidupan sosial manusia.[24]

Oleh karena itu, manusia dengan kemampuan khudi-nya harus menciptakan perubahan. Besarnya penghargaan beliau terhadap gerak dan perubahan ini membawa pemahaman yang dinamis tentang Al-Qur’an dan hokum Islam. Tujuan diturunnya Al-Qur’an, menurut beliau adalah membangkitkan kesadaran manusia sehingga mampu menerjemahkan dan menjabarkan nas-nas Al-Qur’an yang masih global dalam realita kehidupan dengan kemampuan nalar manusia dan dinamika manusia yang selalu berubah. Inilah yang dalam rumusan fiqh disebut ijtihad yang oleh beliau disebutnya sebagai prinsip gerak dalam struktur Islam.[25]

Oleh karena itu, untuk mengembalikan semangat dinamika Islam dan membuang kekakuan serta kejumudan hokum Islam, ijtihad harus dialihkan menjadi ijtihad kolektif. Menurut beliau, peralihan kekuasaan ijtihat individu yang mewakili mazhab tertentu kepada lembaga legislative Islam adalah satu-satunya bentuk yang paling tepat untuk menggerakkan spirit dalam sistem hokum Islam yang selama ini hilang dari umat Islam dan menyerukan kepada kaum muslimin agar menerima dan mengembangkan lebih lanjut hasil-hasil realisme tersebut.

Sebagaimana pandangan mayoritas ulama, beliau membagi kualifikasi ijtihad ke dalam tiga tingkatan, yaitu :[26]

·  Otoritas penuh dalam menentukan perundang-undangan yang secara praktis hanya terbatas pada pendiri madzhab-madzhab saja;

·  Otoritas relatif yang hanya dilakukan dalam batas-batas tertentu dari satu madzhab;

· Otoritas khusus yang berhubungan dengan penetapan hokum dalam kasus-kasus tertentu dengan tidak terikat pada ketentuan-ketentuan pendiri madzhab.

a.   Hakikat Teologi

Secara umum beliau melihat teologi sebagai ilmu yang berdemensi keimanan, mendasarkan pada esensi tauhid (universal dan inklusivistik). Didalamnya terdapat jiwa yang bergerak berupa “persamaan, kesetiakawanan dan kebebasmerdekaan”.[27] Pandangannya tentang ontology teologi membuatnya berhasil melihat anomali (penyimpanan) yang melekat pada literatur ilmu kalam klasik.[28]

b.   Pembuktian Tuhan

Dalam membuktikan eksistensi Tuhan, beliau menolak argumen kosmologis maupun ontologis. Beliau juga menolak argumen teleologis yang berusaha membuktikan eksistensi Tuhan yang mengatur ciptaan-Nya dari sebelah luar. Walaupun demikian, beliau menerima landasan teleologis yang imamen (tetap ada). Untuk menopang hal ini, beliau menolak pandangan yang statis tentang matter serta menerima pandangan Whitehead tentangnya sebagai struktur kejadian dalam aliran dinamis yang tidak berhenti. Karakter nyata konsep tersebut ditemukan beliau dalam “jangka waktu murni”-nya Bergson, yang tidak terjangkau oleh serial waktu. Dalam” jangka waktu murni”, ada perubahan, tetapi tidak ada suksesi (penggantian).[29]

c.  
Jati diri manusia

Faham dinamisme beliau berpengaruh besar terhadap jati diri manusia. Penelusuran terhadap pendapatnya tentang persoalan ini dapat dilihat dari konsepnya tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosofisnya. Kata itu diartikan dengan kepribadian. Manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta menguatkan dan mengembangkan bakat-bakatnya, bukan sebaliknya, yakni melemahkan pribadinya, seperti yang dilakukan oleh para sufi yang menundukkan jiwa sehingga fana dengan Allah.[30]

d. Dosa

Beliau secara tegas menyatakan dalam seluruh kualitasnya bahwa Al-Qur’an menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif. Dalam hubungan ini, beliau mengembangkan cerita tentang kejatuhan Adam (karena memakan buah terlarang) sebagai kisah yang berisi pelajaran tentang “kebangkitan manusia dari kondisi primitive yang di kuasai hawa nafsu naluriah kepada pemilikan kepribadian bebas yang diperolehnya secara sadar, sehingga mampu mengatasi kebimbangan dan kecenderungan untuk membangkang” dan “timbulnya ego terbatas yang memiliki kemampuan untuk memiliki”.[31]

e.  
Surga dan Neraka

Surga dan Neraka, kata beliau adalah keadaan, bukan tempat. Gambaran-gambaran tentang keduanya di dalam Al-Qur’an adalah penampilan-penampilan kenyataan batin secara visual, yaitu sifatnya. Neraka, menurut rumusan Al-Qur’an adalah “ api Allah yang menyala-nyala dan yang membumbung ke atas hati”, pernyataan yang menyakitkan mengenai kegagalan manusia. Surga adalah kegembiraan karena mendapatkan kemenangan dalam mengatasi berbagai gorongan yang menuju kepada perpecahan.[32]

D.  Sayyid Ahmad Khan

1.   Riwayat Singkat Sayyid Ahmad Khan

Beliau lahir di Delhi pada tahun 1817. Menurut suatu keterangan, beliau berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW.[33] Melalui Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az Zahra.[34] Neneknya, Sayyid Hadi, adalah pembesar istana pada zaman Alamghir II (1754-1759). Sejak kecil, Beliau mendapat didikan tradisional dalam pengetahuan agama. Beliau belajar bahasa Arab dan juga bahasa Persia. Beliau rajin membaca buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Ketika berusia delapan belas tahun, beliau bekerja pada Serikat India Timur.[35] Pengaruhnya beliau di Serikat India Timur khususnya di dunia Islam diakui cukup besar. Beliau pengliham utama kebangkitan orang Islam di masa abad 19, langsung atau tidak langsung beliau berperan dalam pengorganisasian beberapa gerakan masa dan gerakan reformis diseluruh umat Islam. Di dalamnya termasuk gerakan modernis dan khalikah di india, gerakan nasionalis dan modernis di Mesir, gerakan persatuan dan kemajuan di Turki.[36] Kemudian bekerja pula sebagai hakim, tetapi pada tahun 1846 beliau kembali ke Delhi dan mempergunakan kesempatan itu untuk belajar.[37]

Di kota Delhi inilah beliau dapat melihat langsung peninggalan-peninggalan kejayaan Islam dan bergaul dengan tokoh-tokoh dan pemuda muslim, seperti Nawab Ahmad Baksh, Nawab Mustafa Khan, Hakim Mahmud Khan, dan Nawab Aminuddin, Semasa di Delhi, beliau mulai mengarang. Karya pertamanya adalah Asar As-Sanadid, pada tahun 1855 beliau pindah ke Bijnore.
Di tempat ini, beliau tetap mengarang buku-buku penting Islam di India. Pada tahun 1857 terjadi pemberontakan dan kekacauan politik di Delhi yang menyebabkan timbulnya kekerasan terhadap orang India. Ketika melihat keadaan rakyat Delhi, beliau sempat berpikir untuk meninggalkan India menuju Mesir, tetapi beliau sadar bahwa beliau harus memperjuangkan umat Islam India agar menjadi maju. Beliau berusaha mencegah terjadinya kekerasan dan banyak menolong orang Inggris dari pembunuhan, hingga diberi gelar Sir, tetapi beliau menolaknya.[38]

Pada tahun 1861 beliau mendirikan sekolah Inggris di Maradabad[39] dan Ghaziur untuk para pelajar yang ingin menuntut ilmu.[40] Pada tahun 1878 beliau mendirikan sekolah Mohammedan Anglo Oriental College (MAOC) di Aligarh yang merupakan karyanya yang paling bersejarah dan berpengaruh untuk memajukan umat Islam India.[41]

Membentuk All India Muhammadan Educational Conference yang bertujuan untuk memajukan pendidikan Islam di bidang kaum muslim. Sebagai pemikir Islam di bidang Pendidikan, banyak karya tulis yang di hasilkannya seperti tafsir Alqur’an 6 jilid, Tabyin al-Kalam 1862 tentang bible dan Asbab Baghawat i-Hind 1858 dan Essai and the life of Muhammad 1870 (biografi Nabi Muhammad).[42] Hingga akhir ayatnya beliau selalu mementingkan pendidikan umat Islam India [43]dan meninggal dunia pada tahun 1989.[44]

2. Pemikiran Kalam Sayyid Ahmad Khan

Beliau mempunyai kesamaan pemikiran dengan Muhammad Abduh di Mesdir, setelah Abduh berpisah dengan Jamaluddin Al-Afghani dan kembali dari pengasingan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ide yang dikemukakannya, terutama tentang akal yang mendapat penghargaan tinggi dalam pandangannya. Meskipun demikian, sebagai penganut ajaran Islam yang taat dan pecaya akan kebenaran wahyu, beliau berpendapat bahwa akal bukanlah segalanya dan kekuatan akal pun terbatas.[45]

Keyakinan kekuatan dan kebebasan akal menjadikan beliau percaya bahwa manusia bebas untuk menentukan kehendak dan melakukan perbuatan. Ini berarti bahwa beliau mempunyai faham yang sama dengan faham Qadariyah. Menurutnya, beliau telah dianugerahi Tuhan berbagai macam daya, diantaranya adalah daya berfikir berupa akal, dan daya fisik untuk merealisasikan kehendaknya. Karena kuatnya kepercayaan terhadap hokum alam dan kerasnya mempertahankan konsep hokum alam, beliau dianggap kafir oleh sebagian umat Islam.
Bahkan ketika dating ke India pada tahun 1869, Jamaluddin Al-Afghani menerima keluhan itu. Sebagai tanggapan atas tuduhan tersebut, Jamaluddin mengarang sebuah buku yang berjudul Ar-Radd Ad-Dahriyah (Jawaban Bagi Kaum Materialis).

Sejalan dengan faham Qadariyah yang dianutnya, ia menentang keras faham aklid. Beliau berpendapat bahwa umat Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Selanjutnya beliau mengemukakan bahwa Tuhan telah menentukan tabiat atau nature (sunnatullah) bagi setipa makhluk-Nya yang tetap dan tidak pernah berubah, Menurut beliau, Islam agama agama yang paling sesuai dengan hokum alam, karena hukum alam adalah ciptaan Tuhan dan Al-Qur’an adalah firman-Nya maka sudah tentu keduanya seiring sejalan dan tidak ada pertentangan.[46]

 Sejalan dengan keyakinan tentang kekuatan akal dan hukum alam, beliau tidak mau pemikirannya tergantung otoritis Hadist dan Fiqh. Segala sesuatu diukurnya dengan kritis rasional. Beliau pun menolak semua yang bertentangan dengan logika dan hokum alam. Beliau hanya mau mengambil Al-Qur’an sebagai pedoman bagi Islam, sedangkan yang lain hanya bersifat membantu dan kurang begitu penting.Alasan penolakan beliau terhadap Hadist adalah karena Hadist berisi moralitas sosial dari masyarakat Islam pada abad pertama atau kedua sewaktu hadist tersebut dikumpulkan. Sedangkan hokum Fiqh, menurut beliau adalah berisi moralitas masyarakat berikutnya sampai saat timbulnya mazhab-mazhab. Beliau menolak taklid dan membawa Al-Qur’an untuk menguraikan relevansinya dengan masyarakat baru pada zaman itu.[47]

Sebagai konsekuensi dari penolakannya terhadap taklid, beliau memandang perlu diadakannya ijtihad-ijtihat baru untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan situasi dan kondisi masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan.[48]
BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, banyak pendapat mengenai ilmu kalam modern. Diantaranya pendapat Muhammad Abduh yaitu mendasarkan ilmu kalam modern kepada akal seperti kaum mu’tazilah.Sehingga pemuka-pemuka kalam modern lainnya setuju dan sependapat dengannya.Ia banyak mengemukakan tentang tuhan.

Sama halnya dengan Muahammad Abduh,Sayyid Ahmad khan juga sependapat dengannya,tapi tidak dengan Muhammad Iqbal,ia berbeda pendapat dengan keduanya karena ia menolak pemikiran tersebut. Iqbal memiliki beberapa pemikiran yang fundamental, yaitu intuisi, diri, dunia, dan Tuhan. Baginya, Iqbal sangat berpengaruh di India, bahkan pemikiran Muslim India dewasa ini tidak akan dapat dicapai tanpa mengkaji ide-idenya secara mendalam.

Dari ketiga tokoh ulama ini kita dapat mengambil pelajaran di mana para ulama tersebut rela berkorban dalam menyebarluaskan pemikiran-pemikirannya di dunia Islam yang mana umat Islam pada masa hidup para ulama ini sampai sekarang sudah lalai dengan kenikmatan dunia. Oleh sebab itu ketiga tokoh ulama ini mengajak umat Islam untuk kembali pada ajaran Islam yang sebenarnya.







DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Jamil, Seratus Muslim Terkemuka, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003

Ali, Mukti, Alam Pikiran Islam Modern di INDIA dan Pakistan, Bandung: Mizan, 1993

Ahmad, Muhammad,  Tauhid Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 1997

Azzam, Abdul Wahab, Iqbal : siraTuh wa Falsafah wa syi’ruh, terj, Bandung: Pusataka,1985

Gibb, H.A.R. Aliran-Aliran Modern Dalam Islam, terj. Machnun Husein, Jakarta: Rajawali press,1995

Hasan, Abdillah F, Tokoh-Tokoh Mashur Dunia Islam, Jawara: Surabaya, 2004

Iqbal, Muhammad, the Recontraction Of Religion Thought In Islam, New Delhi: barVan, 1981

Nasution, Harun, Muhammad abduh dan Teologi Rasional, Jakarta: UI Press, 1987

-------------------, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1990

Razak, Abdur dan Anwar, Rosihan, Ilmu Kalam, Bandung: Puskata Setia, 2006

Shihab, Quraish, Study Kritis Tafsir Al-Manar, Bandung: Pustaka Hidayah, 1994

[1] Quraish shihab, Study Kritis Tafsir Al-Manar, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), hal. 12

[2] Ibid

[3] Abdur Razak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), hal. 212

[4] Ibid

[5] Ibid

[6] Ibid

[7] Abdillah F Hasan, Tokoh-Tokoh Mashur Dunia Islam, (Jawara: Surabaya, 2004), hal. 259

[8] Drs. Abdul Rozak,M.Ag, Ilmu Kalam…, hal. 213

[9] Abdul Rozak, Ilmu Kalam…, hal. 214

[10] Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 149

[11] Abdul Rozak, Ilmu Kalam…, hal. 215

[12]Harun Nasution, Muhammad abduh…, hal. 66

[13] Harun Nasution, Muhammad abduh dan Teologi Rasional, ( Jakarta: UI Press, 1987), hal. 57

[14] Abdul Rozak, Ilmu Kalam.., hal. 216

[15] Abdul Rozak, Ilmu Kalam.., hal. 216

[16] Ibid, hal. 216-217

[17] Ibid,  hal. 217.

[18] Abdul Wahab Azzam, Iqbal : siraTuh wa Falsafah wa syi’ruh, terj, (Bandung: Pusataka,1985), hal. 17

[19] Ibid

[20] Abdillah F Hasan, Tokoh-Tokoh Mashur…, hal. 267-268

[21] Abdul Rozak, Ilmu Kalam.., hal. 220

[22]Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan.(
Jakarta: PT Bulan Bintang, 1990). Hal. 190

[23] Abdul Rozak, Ilmu Kalam.., hal. 220-221

[24] Ibid

[25] Muhammad iqbal, the Recontraction Of Religion Thought In Islam, (New Delhi: barVan, 1981), hal. 92

[26] Abdul Rozak, Ilmu Kalam.., hal. 221

[27] Muhammad iqbal, the Recontraction…., hal. 154

[28]Abdul Rozak, Ilmu Kalam…, hal. 222

[29] Ibid, hal. 223.

[30] Azzam, Iqbal...hal. 56

[31] H.A.R. gibb, Aliran-Aliran Modern Dalam Islam, terj. Machnun Husein, (Jakarta: Rajawali press,1995), hal. 131-132

[32] Ibid, hal. 133-134

[33] Abdul Rozak, Ilmu Kalam…, hal. 217

[34] Abdillah F Hasan, Tokoh-Tokoh Mashur Dunia Islam.., hal. 257

[35] Abdul Rozak, Ilmu Kalam.., hal. 217

[36] Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka,( Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), hal. 323-325

[37] Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di INDIA dan pAkistan, Bandung: Mizan, 1993), hal. 65-66

[38]  Abdul Rozak, Ilmu Kalam.., hal. 217-218

[39] Ibid

[40] Abdillah F Hasan, Tokoh-Tokoh Mashur Dunia Islam.., halm. 258

[41] Abdul Rozak, Ilmu Kalam.., hal. 218

[42] Abdillah F Hasan, Tokoh-Tokoh Mashur Dunia Islam.., hal. 258

[43] Abdul Rozak, Ilmu Kalam.., hal. 218

[44] Abdillah F Hasan, Tokoh-Tokoh Mashur Dunia Islam.., hal. 257

[45] Abdul Rozak, Ilmu Kalam.., hal. 218

[46] Ibid, hal. 218-219

[47] Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di INDIA dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1993), hal. 65-66

[48] Abdul Rozak, Ilmu Kalam…, hlm 219
                                                                                         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar