Perbandingan pendidikan

Selasa, 21 Oktober 2014

ilmukalammodern



                      MAKALAH                      
Ilmu Kalam Modern
(Makalah Ini Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam)














Dosen pembimbing :
Muhammad Nur Hadi, S.Ag., M.Pd I

Penyusun :
Dini Asfarina Indah Aliyyah (201386010031)
Isarotul munawaroh (201386010030)
Rif’atul Munasysyaroh(201386010005)
Ali Ahmad Badawi S(201386010006)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
2014





Kata Pengantar

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”Biografi Syekh Muhammad Abduh Dan Muhammad Iqbal”. Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis  yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.




                                                                                                                                                        

                                                                                                                                                                        Penyusun


Daftar Isi
Kata Pengantar........................................................................................................... i          
Daftar Isi ................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A.  Latar Belakang...................................................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C.  Tujuan ................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 2
A.  Syekh Muhammad Abduh.................................................................................... 2
1.      Biografi Syekh Muhammad Abduh................................................................ 2
2.      Pemikiran Syekh Muhammad Abduh............................................................. 2
B.  Muhammad Iqbal.................................................................................................. 5
1.      Biografi Muhammad Iqbal.............................................................................. 5
2.      Pemikiran Muhammad Iqbal........................................................................... 6
BAB III PENUTUP................................................................................................. 9
A.  Kesimpulan............................................................................................................ 9
Daftar Pustaka........................................................................................................... 10

 


BAB I

PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Sebagai produk pemikiran manusia,  wacana-wacana yang dihasilkan oleh aliran kalam, seperti halnya aliran pemikiran keislaman lainnya memiliki titik kelemahan dan perlu mendapat kritikan yang memadai dan konstruktif. Diskursus ketuhanan yang tidak menyentuh persoalan-persoalan riil manusia yang kurang mendapat perhatian dari ilmu kalam merupakan titik kelemahan yang banyak disorot.
Berbincang kelemahan ilmu kalam paling tidak terdapat tiga hal yang pelu di koreksi, diantaranya  kritik epistemologi yang berkisar pada cara yang digunakan oleh para pemuka aliran kalam menyelesaikan persoalan kalam, terutama ketika mereka menafsirkan Al Qur’an.
Selain aspek epistemologi, kritikan juga jatuh pada aspek Ontologi ilmu kalam yang hanya berkisar pada persoalan-persoalan ketuhanan dan yang berkaitan dengannya yang berkesan “mengawang-awang” dan jauh dari persoalan kehidupan manusia. Sedangkan kritik aspek Askiologi menyangkut pada kegunaan ilmu itu sendiri dalam menyingkap hakikat kebenaran yang tidak menyentuh pada ranah empiris.

B.       Rumusan Masalah
1.      Siapakah Syekh Muhammad Abduh itu
2.      Bagaimana pemikirannya tentang ilmu kalam modern
3.      Siapakah Muhammad Iqbal itu
4.      Bagaimana pemikirannya tentang ilmu kalam modern

C.      Tujuan
1.      Mengetahui biografi Syekh Muhammad Abduh
2.      Mengetahui pemikirannya tentang ilmu kalam modern
3.      Mengetahui biografi Muhammad Iqbal
4.      Mengetahui pemikirannya tentang ilmu kalam modern



BAB II
PEMBAHASAN
A.  Syekh Muhammad Abduh
1.      Biografi Syekh Muhammad Abduh
Syekh Muhammad Abduh nama lengkapnya Muhammad bin Abduh Bin Hasan Khoirulloh dilahirkan di desa Mahallt Nashr kabupaten Al Buhairah, Mesir pada tahun 1849 M. ia bukan berasal dari keturunan yang kaya bukan pula keturunan bangsawan. Namun demikian, ayahnya dikenal sebagai orang terhormat yang suka member pertolongan. Kekerasan yang diterapkan penguasa-penguasa Muhammad Ali dalam memungut pajak menyebabkan penduduk berpindah-pindah tempat untuk menghindarinya. Abduh sendiri dilahirkan dalam kondisi yang penuh kecemasan ini.
Mula-mula bduh dikirim ayahnya ke Mesjid Al-Ahmadi Tanta- belakangan tempat ini menjadi pusat kebudayaan selain al Azhar. Namun system pengajaran disana sangat menjengkelkannya sehingga setelah dua tahun disana, ia memutuskan kembali ke desanya dan bertani seperti saudara-saudara dan kerabatnya. Ketika kembali ke desa, ia dikawinkan. Pada saat itu ia berumur 16 tahun. Semula ia bersikeras untuk tidak melanjutkan studinya, tetapi  ia kembali belajar atas dorongan pamannya, Syekh Darwis, yang banyak mempengaruhi kehidupan Abduh sebelum bertemu dengan Jamaluddin Al-Afgani. Atas jasanya itu, Abduh berkata, 
Setelah revolusi Urabi 1882 (yang berakhir dengan kegagalan), Abduh- ketika itu masih memimpin surat kabar Al-Waqa’i dituduh terlibat dalam revolusi besar tersebut sehingga pemerintah Mesir memutuskan untuk mengasingkannya selama tiga tahun dengan memberi hak kepadanya untuk memilih tempat pengasingannya, dan Abduh memilih Suriah. Di negri ini, ia menetap selama setahun. Kemudian ia menyusul gurunya, al afgani, yang ketika itu berada di Paris. Di sana mereka menerbitkan surat kabar Al Urwah Al Wustqo, yang bertujuan mendirikan pan-Islam menentang penjajahan Barat, kususnya Inggris. Tahun 1885, abduh diutus oleh surat kabar tersebut ke Inggris untuk menemuhi tokoh-tokoh negara itu yang bersimpati kepada rakyat Mesir. Tahun 1899, Abduh diangkat menjadi Mufti Mesir. Kedudukan tinggi itu dipegangnya sampai ia meninggal dunia tahun 1905.
2.      Pemikiran-pemikiran Kalam Muhammad Abduh
a.      Kedudukan Akal Dan Fungsi Wahyu
Ada dua persoalan pokok yang menjadi fokus utama pemikiran Abduh, sebagaimana diakuinya sendiri, yaitu :
1.      Membebaskan akal pikiran dari belenggu-belenggu taqlid  yang menghambat perkembangan pengetahuan agama sebagaimana halnya salaf al ummah (ulama sebelum abad ke-3 Hijriyah), sebelum timbulnya perpecahan akni memahami langsung dari sumber pokoknya, Al qur’an.
2.      Memperbaiki bahasa Arab, baik yang digunakan dalam percakapan resmi di kantor-kantor pemerintah maupun dalam tulisan-tulisan di media massa.
Dua persoalan pokok itu muncul ketika ia meratapi perkembangan umat islam pada masanya. Sebagaimanadijelaskan sayyid Qutub, kondisi umat islam saat itu dapat digambarkan sebagai “suatu masyarakat yang beku, kaku; menutup rapat-rapat pintu ijtihad, mengabaikan peranan akal dalam memahami syari’at alloh atau meng-istinbat-kan hukum-hukum, karena mereka telah merasa cukup dengan hasil karya para pendahulunya yang juga hidup dalam masa kebekuan akal (jumud) serta yang berdasarkan khurafat-khurafat.
Atas dasar kedua fokus fikirannya itu, Muhammad abduh memberikan peranan yang sangat besar kepada akal. Begitu besarnya peranan yang diberikan olehnya sehingga Hrun Nasution menyimpulkan bahwa Muhammad Abduh memberi kekuatan yang lebih tinggi kepada akal dari pada Mu’tazilah. Menurut Abduh, akal dapat mengetahui hal-hal berikut ini :
·         Tuhan dan sifat-sifatNya
·         Keberadaan hidup di akhirat
·         Kebahagiaan jiwa di akhirat bergantung pada upaya mengenal Tuhan dan berbuat baik, sedangkan kesengsaraannya bergantung pada sikap tidak mengenal Tuhan dan melakukan perbuatan jahat.
·         Kewajiban manusia mengenal Tuhan
·         Kewajiban manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiaan di akhirat.
·         Hukum-hukum mengenai kewajiban itu.
Dengan memperhatikan pandangan Muhammad Abduh tentang peranan akal diatas,  dapat diketahui pula bagaimana fungsi wahyu baginya. Baginya, wahyu adalah penolong (al mu’in). Kata ini ia pergunakan untuk menjelaskan fungsi wahyu bagi akal manusia. Wahyu, katanya, menolong  akal untuk mengetahui sifat dan keadaan kehidupan alam akhirat; mengatur kehidupan masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum yang dibawanya; menyempurnakan pengetahuan akal tentang Tuhan dan sifat-sifatNya; dan mengetahui cara beribadah serta berterima kasih kepada Tuhan. Dengan demikian, wahyu bagi Abduh berfungsi sebagai konfirmasi, yaitu untuk menguatkan dan menyempurnakan pengetahuan akal dan informasi.
Lebih jauh, Abduh memandang bahwa menggunakan akal merupakan salah satu dasar islam. Iman seseorang tidak sempurna kalau tidak didasarkan pada akal. Islam, katanya, adalah agama yang pertama kali mengikat persaudaraan antara akal dan agama. Menurutny, kepercayaan kepada eksistensi Tuhan juga berdasarkan akal. Wahyu yang dibawa Nabi tidak mungkin bertentangan dengan akal. Kalau ternyata atara keduanya terdapat pertentangan, menurutnya, terdapat penyimpangan dalam tataran interpretasisehingga diperlukan interpretasi lain yang mendorong pada penyesuaian.
b.      Kebebasan Manusia dan Fatalisme
Bagi Abduh, disamping mempunyai daya fikir, manusia juga mempunyai kebebasan memilih, yang merupakan sifat dasar alami yang ada dalam diri manusia. Kalau sifat dasar ini dihilangkan dari dirinya, ia bukan manusia lagi, tetapi makhluk lain. Manusia dengan akalnya mampu mempertimbangkan akibat perbuatan yang dilakukannya, kemudian mengambil keputusan dengan kemauannya sendiri, dan selanjutnya mewujudkan perbuatannya itu dengan daya yang ada dalam dirinya.
Karena manusia menurut hukum alam dan sunnatulloh mempunyai kebebasan dalam menentukan kemauan dan daya untuk mewujudkan kemauan, faham perbuatan yang yang dipaksakan manusia atau jabariyah  tidak sejalan dengan pandangan hidup Muhammad Abduh. Manusia menurutnya, mempunyai kemampuan berpikir dan kebebasan dalam memilih, namun tidak memiliki kebebasan yang absolut. Ia menyebut orang yang mengatakan manusia mempunyai kebebasan muthlak sebagai orang yang angkuh.  
c.       Sifat-Sifat Tuhan
Dalam Risalah,  ia menyebut sifat-sifat Tuhan. Adapun mengenai masalah apakah sifat itu termasuk esensi Tuhan atau yang lain? Ia menjelaskan bahwa hal itu terletak di luar kemampuan manusia. Sungguhpun demikian, Harun Nasution melihat bahwa Abduh cenderung kepada pendapat bahwa sifat termasuk esensi Tuhan walaupun tidak secara tegas mengatakannya.
d.      Kehendak Muthlak Tuhan
Karena yakin akan kebebasan dan kemampuan manusia, Abduh melihat Bahwa Tuhan tidak bersifat muthlak. Tuhan telah membatasi kehendak muthlak Nya dengan memberi kebebasan dan kesanggupan kepada manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Kehendak muthlak Tuhan Pun dibatasi oleh sunnaulloh secara umum, ia tidak mungkin menyimpang dari sunnatulloh yang telah ditetapkannya. Di dalamnya terkandung arti bahwa Tuhan dengan kemauanNya untuk mengatur alam ini.
e.       Keadilan Tuhan
Karena memberi daya besar kepada  akal dan kebebasan manusia, Abduh mempunyai kecenderungan untuk memahami dan meninjau alam ini bukan hanya dari segi kehendak mutlak tuhan, tetapi juga dari segi pandangan dan kepentingan manusia. Ia berpendapat bahwa alam ini diciptakan untuk kepentingan manusia dan tidak satupun ciptaan Tuhan yang tidak membawa mamfaat bagi manusia. Adapum masalah keadilan Tuhan, ia memandangnya bukan hanya dari segi kemaha sempurnaan-Nya, tapi juga dari pemikiran rasional manusia. Sifat ketidak adilan tidak dapat diberikan kepada Tuhan karena ketidak adilan tidak sejalan dengan kesempurnaan aturan alam semesta.
f.        Antropomorfisme
Karena Tuhan termasuk kedalam alam rohani, rasio tidak dapat menerima faham bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat Jasmani. Abduh, yang memberi kekuatan besar pada akal, berpendapat bahwa tidak mungkin asensi dan sifat-sifat Tuhan mengambil bentuk tubuh atau roh mahluk dialam ini. Kata-kata wajah, tangan, duduk sebaginya mesti difahami sesuai dengan pengertian yang diberikan orang arab kepadanya. Dengan demikian, katanya, kata al-arsy dalam Al-Qur’an bearti kerajaan atau kekuasaan, kata al-kursy berarti pengetahuan.
g.      Melihat Tuhan
      Muhammad Abduh tidak menjelaskan pendapatnya apakah Tuhan yang bersifat rohan  itu dapat dilihat oleh manusia dengan mata kepalanya dihari perhitungan kelak? Ia hanya menyebutkan bahwa orang yang percaya pada tanzih (keyakinan bahwa tidak ada suatupun dari mahluk yang menyerupai tuhan) sepakat mengatakan bahwa Tuhan tak dapat digambarkan ataupun dijelaskan dengan kata-kata. Kesanggupan melihat Tuhan dianugerahkan hanya kepada orang-orang tertentu diakhirat.
h.      Perbuatan Tuhan
Karena pendapat ada perbuatan tuhan yang wajib, Abduh sefaham dengan Mu’tazilah dalam mengatakan bahwa wajib bagi Tuhan untuk berbuat apa yang terbaik buat manusia
B.  Muhammad Iqbal
1.      Biografi Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1873. Ia berasal dari keluarga kasta Brahmana Khasmir. Ayahnya berrnama Nur Muhammad yang terkenal saleh. Guru pertama Iqbal adalah ayahnya sendiri kmudian dimasukkan ke sebuah maktab. Kemudian dimasukkan Scottish Mission School. Dibawa bimbingan Mir Hasan ia diberi pelajaran agama, bahasa arab, dan bahasa perancis. Kemudian ia belajar di Government College, Lahore, India. Disini ia bertemu dengan Thomas Arnold seorang guru besar filsafat di universitas tersebut.
Tahun 1905 ia mendapat gelar M.A, kemudian ia pergi ke Ingris unuuk beaja filsaft di univesitas Cambridge dua tahun kemudian ia pindah ke Munich, Jerman. Disini ia mmemperoleh gelar Ph. D dalam tasawuf dengan disrtasina yang berjudul The Developmen of Metaphysics in Persia (Perkembangan Metafisika di Persia).
Ia tinggal di Eropa sekitar tiga tahun dan sekembalinya dari san dia menjadi advoat dan dosen. Buku yang berjudul the reconstruction of Rligius Tought in Islam adalah kumpulan dari ceramah-ceramahnya sejak tahun 1982.
Tahun 1930, Iqbal memasuki bidang politik dan menjadi ketua konferensi tahunan Liga Muslim di Allahabad, kemudian tahun 1931 dan 1932 ia ikut dalam Knferensi Meja Bundar di London yang membahas konstitusi baru bagi India. Pada Bulan Oktober tahun 1933 ia diundang ke Afghanistan untuk membicarakan pembentukan Universitas Kabl. Pada tahun 1935 ia jatuh sakit dan bertambah parah setelah istrinya meninggal dunia pada tahun itu pula, dan ia meninggal pada 20 April 1935.
2.      Pemikiran Muhammad Iqbal
Sebagai seorang pembaharu, Iqbal menyadari perlunya umat islam untuk melakukan pebaharuaan untuk keluar dari kemundurannya. Kemunduran umat islam katanya disebabkan kebekuan umat islam dalam pemikiran dan ditutupnya pintu ijtihad. Mereka seperti kaum konservatif diaggapnya membawa disentegrasi umat islam dan membahayakan kestabilan politik mereka. Hal inilah yang dianggapnya sebagai penyimpangan dari semangat islam, semangat dinamis dan kreatif.  Islam tidak statis, tetapi dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman. Pintu ijtihad tidak pernah tertutup karena ijtihad merupakan cirri dari dinamika yang harus diambangkan dalam islam. Ia menegaskan bahwa syariat pada prinsipnya tidak stati, tetapi merupakan alat untuk merespon kebutuhan individu dan masyarakat karena islam selalu mendorng terwujudnya perkembangan.
Untuk mengembalikan semangat dinamika islam dan membuang kekakuan serta kejumudan hokum islam, ijtihad harus dialihkan mejadi ijtihad kolektif.
a.             Hakikat Teologi
Pandangannya tentang ontology teologi membuatnyya berhasil melihat penyimpangan yang melekat literature ilmu alam klasi. Teologii Asy’ariyah umpamanya, menggunakan cara dan pola piker ortodoksi islam. Mu’tazilah sebaliknya, terlalu jauh bersandar pada akal yang akibatnya mereka tidak menyadari bahwa wilayah pengetahuan agama, pemisahan antara pemikiran keagamaan dari pengalaman kongkrit merupakan kesalahan besar.
b.             Pembuktian Tuhan
Iqbal menoolak argument kosmologis, maupun ontologism. Ia juga menolak teleologis yang berusaha membuktikan eksistensi Tuhan yang mengatur ciptaan-Nya dari sebelah luar. Tapi ia menerima landasan teleologis yang imanen (tetap ada). Untuk menopang hal ini, Iqbal menolak pandangan yang statis tentang matter serta menerima pandangan. Whitehead tentangnya sebagai struktur kejadian dalam aliran dinamis yang tidak berhenti. Karakter nyata konsep tersebut ditemukan iqbal dalam “jangka waktu murni”nya Bergson, yang tidak terjangkau oleh serial waktu. Dalam “jangka waktu murni”, ada perubahan, tetap tidak ada suksesi (penggantian). Dan dari indiidu, “jangka waktu murni” ini kemudian ditransfer kea lam semesta dan membenarkan ego mutlak. Gagasan inilah yang “dibicarakan” Iqbal ke dalam Al-Qur’an. Jadi, Iqbal telah menafsirkan Tuhan yang imanen bagi alam.
c.              Jati Diri Manusia
Manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta menguatkan dan mengembangkan bakat-bakatnya, bukan sebaliknya. Pada hakikatnya menafikan diri bukanlah ajaran islam karena hakikat hidup adalah bergerak, dan geak adalah perubahan. Dengan ajaran khudinya, ia mengemukakan pandangan yang diamis tentang kehidupan dunia.
d.             Dosa
Iqbal secara tegasmenyatakkan dalam seluruh kuliahnya bahwa Al-Qur’an menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif. Timbulnya ego terbatas yang memiliki kemampuan unuk memilih. Allah telah menyerahkan tanggung jawab yang penuh risiko ini, menunjukkan kepercatyaan_nya yang besar kepada manusia. Maka kewajiban manusiaa adalah membenarkan adanya kepercayaan ini. Namun, penakuan terhadap kemandirian (manusia) itu melibatkan pengakuan terhadap semua ketidaksempurnaan yang timbul dai keterbatasan kemandirian itu.
e.              Surga dan Neraka
Surga dan neraka, kata Iqbal adalah keadaan, bukan tempat. Gambaran-gambaran tentang keduanya di dalam Al-quran adalah penampilan-penampilan kenyataan batin secara visual, yaitu sifatnya. Neraka, menurut rumusan Alqur’an adalah api Allah yang menyala-nyala dan meembumbung ke atas hati. Surga adalah kegembiraan karena mendapatkan kemenangan dalam mengatasi berbagai dorongan yang menuju kepada perpecahan. Kehidupan ini hanya satu dan berkesinambungan.


















 BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Syekh Muhammad Abduh nama lengkapnya Muhammad bin Abduh Bin Hasan Khoirulloh dilahirkan di desa Mahallt Nashr kabupaten Al Buhairah, Mesir pada tahun 1849 M. ia bukan berasal dari keturunan yang kaya bukan pula keturunan bangsawan. Namun demikian, ayahnya dikenal sebagai orang terhormat yang suka member pertolongan. Kekerasan yang diterapkan penguasa-penguasa Muhammad Ali dalam memungut pajak menyebabkan penduduk berpindah-pindah tempat untuk menghindarinya. Abduh sendiri dilahirkan dalam kondisi yang penuh kecemasan ini.
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1873. Ia berasal dari keluarga kasta Brahmana Khasmir. Ayahnya berrnama Nur Muhammad yang terkenal saleh. Guru pertama Iqbal adalah ayahnya sendiri kmudian dimasukkan ke sebuah maktab. Kemudian dimasukkan Scottish Mission School. Dibawa bimbingan Mir Hasan ia diberi pelajaran agama, bahasa arab, dan bahasa perancis. Kemudian ia belajar di Government College, Lahore, India. Disini ia bertemu dengan Thomas Arnold seorang guru besar filsafat di universitas tersebut.











Daftar Pustaka
Rozak, Abdul, Rosihan, Anwar. Ilmu kalam. CV Pustaka Setia, Bandung 2006
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar