MAKALAH
Ilmu Kalam
Modern
(Makalah Ini Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ilmu Kalam)
Dosen pembimbing :
Muhammad Nur Hadi, S.Ag., M.Pd I
Penyusun :
Dini Asfarina Indah Aliyyah (201386010031)
Isarotul munawaroh (201386010030)
Rif’atul Munasysyaroh(201386010005)
Ali Ahmad Badawi S(201386010006)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
2014
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang
Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak
untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul ”Biografi Syekh
Muhammad Abduh Dan Muhammad Iqbal”. Dalam penyusunannya, penulis memperoleh
banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan segenap keluarga besar
penulis yang telah memberikan dukungan,
kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini
berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada
langkah yang lebih baik lagi. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini
bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis
berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Penyusun
Daftar Isi
Kata Pengantar........................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A.
Latar Belakang...................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C.
Tujuan ................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 2
A.
Syekh Muhammad Abduh.................................................................................... 2
1.
Biografi Syekh Muhammad Abduh................................................................ 2
2.
Pemikiran Syekh Muhammad Abduh............................................................. 2
B.
Muhammad Iqbal.................................................................................................. 5
1.
Biografi Muhammad Iqbal.............................................................................. 5
2.
Pemikiran Muhammad Iqbal........................................................................... 6
BAB III PENUTUP................................................................................................. 9
A.
Kesimpulan............................................................................................................ 9
Daftar Pustaka........................................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai
produk pemikiran manusia, wacana-wacana yang dihasilkan oleh aliran
kalam, seperti halnya aliran pemikiran keislaman lainnya memiliki titik
kelemahan dan perlu mendapat kritikan yang memadai dan konstruktif. Diskursus ketuhanan
yang tidak menyentuh persoalan-persoalan riil manusia yang kurang mendapat
perhatian dari ilmu kalam merupakan titik kelemahan yang banyak disorot.
Berbincang
kelemahan ilmu kalam paling tidak terdapat tiga hal yang pelu di koreksi, diantaranya
kritik epistemologi yang berkisar pada cara yang digunakan oleh para pemuka
aliran kalam menyelesaikan persoalan kalam, terutama ketika mereka menafsirkan
Al Qur’an.
Selain
aspek epistemologi, kritikan juga jatuh pada aspek Ontologi ilmu kalam yang
hanya berkisar pada persoalan-persoalan ketuhanan dan yang berkaitan dengannya
yang berkesan “mengawang-awang” dan jauh dari persoalan kehidupan manusia.
Sedangkan kritik aspek Askiologi menyangkut pada kegunaan ilmu itu sendiri
dalam menyingkap hakikat kebenaran yang tidak menyentuh pada ranah empiris.
B. Rumusan Masalah
1. Siapakah Syekh Muhammad Abduh itu
2. Bagaimana pemikirannya tentang ilmu kalam
modern
3. Siapakah Muhammad Iqbal itu
4. Bagaimana pemikirannya tentang ilmu kalam
modern
C. Tujuan
1.
Mengetahui biografi Syekh Muhammad Abduh
2.
Mengetahui pemikirannya tentang ilmu kalam modern
3.
Mengetahui biografi Muhammad Iqbal
4.
Mengetahui pemikirannya tentang ilmu kalam modern
BAB II
PEMBAHASAN
A. Syekh Muhammad
Abduh
1. Biografi Syekh
Muhammad Abduh
Syekh Muhammad
Abduh nama lengkapnya Muhammad bin Abduh Bin Hasan Khoirulloh dilahirkan di
desa Mahallt Nashr kabupaten Al Buhairah, Mesir pada tahun 1849 M. ia bukan
berasal dari keturunan yang kaya bukan pula keturunan bangsawan. Namun demikian, ayahnya dikenal sebagai orang terhormat yang suka
member pertolongan. Kekerasan yang diterapkan penguasa-penguasa Muhammad Ali
dalam memungut pajak menyebabkan penduduk berpindah-pindah tempat untuk
menghindarinya. Abduh sendiri dilahirkan dalam kondisi yang penuh kecemasan
ini.
Mula-mula bduh
dikirim ayahnya ke Mesjid Al-Ahmadi Tanta- belakangan tempat ini menjadi pusat
kebudayaan selain al Azhar. Namun system pengajaran disana sangat
menjengkelkannya sehingga setelah dua tahun disana, ia memutuskan kembali ke desanya
dan bertani seperti saudara-saudara dan kerabatnya. Ketika kembali ke desa, ia
dikawinkan. Pada saat itu ia berumur 16 tahun. Semula ia bersikeras untuk tidak
melanjutkan studinya, tetapi ia kembali
belajar atas dorongan pamannya, Syekh Darwis, yang banyak mempengaruhi
kehidupan Abduh sebelum bertemu dengan Jamaluddin Al-Afgani. Atas jasanya itu,
Abduh berkata,
Setelah
revolusi Urabi 1882 (yang berakhir dengan kegagalan), Abduh- ketika itu masih
memimpin surat kabar Al-Waqa’i dituduh terlibat dalam revolusi besar
tersebut sehingga pemerintah Mesir memutuskan untuk mengasingkannya selama tiga
tahun dengan memberi hak kepadanya untuk memilih tempat pengasingannya, dan
Abduh memilih Suriah. Di negri ini, ia menetap selama setahun. Kemudian ia
menyusul gurunya, al afgani, yang ketika itu berada di Paris. Di sana mereka
menerbitkan surat kabar Al Urwah Al Wustqo, yang bertujuan mendirikan
pan-Islam menentang penjajahan Barat, kususnya Inggris. Tahun 1885, abduh
diutus oleh surat kabar tersebut ke Inggris untuk menemuhi tokoh-tokoh negara
itu yang bersimpati kepada rakyat Mesir. Tahun 1899, Abduh diangkat menjadi
Mufti Mesir. Kedudukan tinggi itu dipegangnya sampai ia meninggal dunia tahun
1905.
2. Pemikiran-pemikiran
Kalam Muhammad Abduh
a.
Kedudukan Akal Dan Fungsi Wahyu
Ada dua persoalan pokok yang menjadi fokus utama
pemikiran Abduh, sebagaimana diakuinya sendiri, yaitu :
1.
Membebaskan akal pikiran dari belenggu-belenggu taqlid
yang menghambat perkembangan
pengetahuan agama sebagaimana halnya salaf al ummah (ulama sebelum abad
ke-3 Hijriyah), sebelum timbulnya perpecahan akni memahami langsung dari sumber
pokoknya, Al qur’an.
2.
Memperbaiki bahasa Arab, baik yang digunakan dalam percakapan
resmi di kantor-kantor pemerintah maupun dalam tulisan-tulisan di media massa.
Dua persoalan
pokok itu muncul ketika ia meratapi perkembangan umat islam pada masanya.
Sebagaimanadijelaskan sayyid Qutub, kondisi umat islam saat itu dapat digambarkan
sebagai “suatu masyarakat yang beku, kaku; menutup rapat-rapat pintu ijtihad,
mengabaikan peranan akal dalam memahami syari’at alloh atau meng-istinbat-kan
hukum-hukum, karena mereka telah merasa cukup dengan hasil karya para
pendahulunya yang juga hidup dalam masa kebekuan akal (jumud) serta yang
berdasarkan khurafat-khurafat.
Atas dasar
kedua fokus fikirannya itu, Muhammad abduh memberikan peranan yang sangat besar
kepada akal. Begitu besarnya peranan yang diberikan olehnya sehingga Hrun
Nasution menyimpulkan bahwa Muhammad Abduh memberi kekuatan yang lebih tinggi
kepada akal dari pada Mu’tazilah. Menurut Abduh, akal dapat mengetahui
hal-hal berikut ini :
·
Tuhan dan sifat-sifatNya
·
Keberadaan hidup di akhirat
·
Kebahagiaan jiwa di akhirat bergantung pada upaya
mengenal Tuhan dan berbuat baik, sedangkan kesengsaraannya bergantung pada
sikap tidak mengenal Tuhan dan melakukan perbuatan jahat.
·
Kewajiban manusia mengenal Tuhan
·
Kewajiban manusia untuk berbuat baik dan menjauhi
perbuatan jahat untuk kebahagiaan di akhirat.
·
Hukum-hukum mengenai kewajiban itu.
Dengan
memperhatikan pandangan Muhammad Abduh tentang peranan akal diatas, dapat diketahui pula bagaimana fungsi wahyu
baginya. Baginya, wahyu adalah penolong (al mu’in). Kata ini ia
pergunakan untuk menjelaskan fungsi wahyu bagi akal manusia. Wahyu, katanya,
menolong akal untuk mengetahui sifat dan
keadaan kehidupan alam akhirat; mengatur kehidupan masyarakat atas dasar
prinsip-prinsip umum yang dibawanya; menyempurnakan pengetahuan akal tentang
Tuhan dan sifat-sifatNya; dan mengetahui cara beribadah serta berterima kasih
kepada Tuhan. Dengan demikian, wahyu bagi Abduh berfungsi sebagai konfirmasi,
yaitu untuk menguatkan dan menyempurnakan pengetahuan akal dan informasi.
Lebih jauh,
Abduh memandang bahwa menggunakan akal merupakan salah satu dasar islam. Iman
seseorang tidak sempurna kalau tidak didasarkan pada akal. Islam, katanya,
adalah agama yang pertama kali mengikat persaudaraan antara akal dan agama.
Menurutny, kepercayaan kepada eksistensi Tuhan juga berdasarkan akal. Wahyu
yang dibawa Nabi tidak mungkin bertentangan dengan akal. Kalau ternyata atara
keduanya terdapat pertentangan, menurutnya, terdapat penyimpangan dalam tataran
interpretasisehingga diperlukan interpretasi lain yang mendorong pada
penyesuaian.
b. Kebebasan
Manusia dan Fatalisme
Bagi Abduh,
disamping mempunyai daya fikir, manusia juga mempunyai kebebasan memilih, yang
merupakan sifat dasar alami yang ada dalam diri manusia. Kalau sifat dasar ini
dihilangkan dari dirinya, ia bukan manusia lagi, tetapi makhluk lain. Manusia
dengan akalnya mampu mempertimbangkan akibat perbuatan yang dilakukannya,
kemudian mengambil keputusan dengan kemauannya sendiri, dan selanjutnya
mewujudkan perbuatannya itu dengan daya yang ada dalam dirinya.
Karena manusia
menurut hukum alam dan sunnatulloh mempunyai kebebasan dalam menentukan kemauan
dan daya untuk mewujudkan kemauan, faham perbuatan yang yang dipaksakan manusia
atau jabariyah tidak sejalan
dengan pandangan hidup Muhammad Abduh. Manusia menurutnya, mempunyai kemampuan
berpikir dan kebebasan dalam memilih, namun tidak memiliki kebebasan yang
absolut. Ia menyebut orang yang mengatakan manusia mempunyai kebebasan muthlak
sebagai orang yang angkuh.
c. Sifat-Sifat
Tuhan
Dalam Risalah,
ia menyebut sifat-sifat Tuhan.
Adapun mengenai masalah apakah sifat itu termasuk esensi Tuhan atau yang lain?
Ia menjelaskan bahwa hal itu terletak di luar kemampuan manusia. Sungguhpun
demikian, Harun Nasution melihat bahwa Abduh cenderung kepada pendapat bahwa
sifat termasuk esensi Tuhan walaupun tidak secara tegas mengatakannya.
d. Kehendak
Muthlak Tuhan
Karena yakin
akan kebebasan dan kemampuan manusia, Abduh melihat Bahwa Tuhan tidak bersifat
muthlak. Tuhan telah membatasi kehendak muthlak Nya dengan memberi kebebasan
dan kesanggupan kepada manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Kehendak muthlak Tuhan Pun dibatasi oleh sunnaulloh secara umum, ia tidak
mungkin menyimpang dari sunnatulloh yang telah ditetapkannya. Di dalamnya
terkandung arti bahwa Tuhan dengan kemauanNya untuk mengatur alam ini.
e. Keadilan Tuhan
Karena memberi daya besar kepada akal dan kebebasan
manusia, Abduh mempunyai kecenderungan untuk memahami dan meninjau alam ini
bukan hanya dari segi kehendak mutlak tuhan, tetapi juga dari segi pandangan
dan kepentingan manusia. Ia berpendapat bahwa alam ini diciptakan untuk
kepentingan manusia dan tidak satupun ciptaan Tuhan yang tidak membawa mamfaat
bagi manusia. Adapum masalah keadilan Tuhan, ia memandangnya bukan hanya dari
segi kemaha sempurnaan-Nya, tapi juga dari pemikiran rasional manusia. Sifat
ketidak adilan tidak dapat diberikan kepada Tuhan karena ketidak adilan tidak
sejalan dengan kesempurnaan aturan alam semesta.
f.
Antropomorfisme
Karena Tuhan termasuk kedalam alam rohani, rasio tidak dapat
menerima faham bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat Jasmani. Abduh, yang memberi
kekuatan besar pada akal, berpendapat bahwa tidak mungkin asensi dan
sifat-sifat Tuhan mengambil bentuk tubuh atau roh mahluk dialam ini.
Kata-kata wajah, tangan, duduk sebaginya mesti difahami sesuai
dengan pengertian yang diberikan orang arab kepadanya. Dengan demikian,
katanya, kata al-arsy dalam Al-Qur’an bearti kerajaan atau
kekuasaan, kata al-kursy berarti pengetahuan.
g. Melihat Tuhan
Muhammad Abduh tidak menjelaskan
pendapatnya apakah Tuhan yang bersifat rohan itu dapat dilihat oleh
manusia dengan mata kepalanya dihari perhitungan kelak? Ia hanya menyebutkan
bahwa orang yang percaya pada tanzih (keyakinan bahwa tidak
ada suatupun dari mahluk yang menyerupai tuhan) sepakat mengatakan bahwa Tuhan
tak dapat digambarkan ataupun dijelaskan dengan kata-kata. Kesanggupan melihat
Tuhan dianugerahkan hanya kepada orang-orang tertentu diakhirat.
h. Perbuatan Tuhan
Karena pendapat ada perbuatan tuhan yang
wajib, Abduh sefaham dengan Mu’tazilah dalam mengatakan bahwa
wajib bagi Tuhan untuk berbuat apa yang terbaik buat manusia
B. Muhammad Iqbal
1. Biografi
Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1873. Ia berasal dari
keluarga kasta Brahmana Khasmir. Ayahnya berrnama Nur Muhammad yang terkenal
saleh. Guru pertama Iqbal adalah ayahnya sendiri kmudian dimasukkan ke sebuah
maktab. Kemudian dimasukkan Scottish Mission School. Dibawa bimbingan Mir Hasan
ia diberi pelajaran agama, bahasa arab, dan bahasa perancis. Kemudian ia
belajar di Government College, Lahore, India. Disini ia bertemu dengan Thomas
Arnold seorang guru besar filsafat di universitas tersebut.
Tahun 1905 ia mendapat gelar M.A, kemudian ia pergi ke Ingris unuuk
beaja filsaft di univesitas Cambridge dua tahun kemudian ia pindah ke Munich,
Jerman. Disini ia mmemperoleh gelar Ph. D dalam tasawuf dengan disrtasina yang
berjudul The Developmen of Metaphysics in Persia (Perkembangan Metafisika di
Persia).
Ia tinggal di Eropa sekitar tiga tahun dan sekembalinya dari san
dia menjadi advoat dan dosen. Buku yang berjudul the reconstruction of Rligius
Tought in Islam adalah kumpulan dari ceramah-ceramahnya sejak tahun 1982.
Tahun 1930, Iqbal memasuki bidang politik dan menjadi ketua
konferensi tahunan Liga Muslim di Allahabad, kemudian tahun 1931 dan 1932 ia
ikut dalam Knferensi Meja Bundar di London yang membahas konstitusi baru bagi
India. Pada Bulan Oktober tahun 1933 ia diundang ke Afghanistan untuk
membicarakan pembentukan Universitas Kabl. Pada tahun 1935 ia jatuh sakit
dan bertambah parah setelah istrinya
meninggal
dunia pada tahun itu pula, dan ia meninggal pada 20 April 1935.
2. Pemikiran
Muhammad Iqbal
Sebagai seorang pembaharu, Iqbal menyadari perlunya umat islam untuk
melakukan pebaharuaan untuk keluar dari kemundurannya. Kemunduran umat islam katanya disebabkan kebekuan umat islam dalam
pemikiran dan ditutupnya pintu ijtihad. Mereka seperti kaum konservatif
diaggapnya membawa disentegrasi umat islam dan membahayakan kestabilan politik
mereka. Hal inilah yang dianggapnya sebagai penyimpangan dari semangat islam,
semangat dinamis dan kreatif. Islam
tidak statis, tetapi dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman. Pintu ijtihad
tidak pernah tertutup karena ijtihad merupakan cirri dari dinamika yang harus
diambangkan dalam islam. Ia menegaskan bahwa syariat pada prinsipnya tidak
stati, tetapi merupakan alat untuk merespon kebutuhan individu dan masyarakat karena
islam selalu mendorng terwujudnya perkembangan.
Untuk
mengembalikan semangat dinamika islam dan membuang kekakuan serta kejumudan
hokum islam, ijtihad harus dialihkan mejadi ijtihad kolektif.
a.
Hakikat Teologi
Pandangannya tentang ontology teologi membuatnyya berhasil melihat
penyimpangan yang melekat literature ilmu alam klasi. Teologii Asy’ariyah
umpamanya, menggunakan cara dan pola piker ortodoksi islam. Mu’tazilah
sebaliknya, terlalu jauh bersandar pada akal yang akibatnya mereka tidak
menyadari bahwa wilayah pengetahuan agama, pemisahan antara pemikiran keagamaan
dari pengalaman kongkrit merupakan kesalahan besar.
b.
Pembuktian Tuhan
Iqbal menoolak argument kosmologis, maupun ontologism. Ia juga
menolak teleologis yang berusaha membuktikan eksistensi Tuhan yang mengatur
ciptaan-Nya dari sebelah luar. Tapi ia menerima landasan teleologis yang imanen
(tetap ada). Untuk menopang hal ini, Iqbal menolak pandangan yang statis
tentang matter serta menerima pandangan. Whitehead tentangnya sebagai struktur
kejadian dalam aliran dinamis yang tidak berhenti. Karakter nyata konsep
tersebut ditemukan iqbal dalam “jangka waktu murni”nya Bergson, yang tidak
terjangkau oleh serial waktu. Dalam “jangka waktu murni”, ada perubahan, tetap
tidak ada suksesi (penggantian). Dan dari indiidu, “jangka waktu murni” ini
kemudian ditransfer kea lam semesta dan membenarkan ego mutlak. Gagasan inilah
yang “dibicarakan” Iqbal ke dalam Al-Qur’an. Jadi, Iqbal telah menafsirkan
Tuhan yang imanen bagi alam.
c.
Jati Diri Manusia
Manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta menguatkan dan
mengembangkan bakat-bakatnya, bukan sebaliknya. Pada hakikatnya menafikan diri
bukanlah ajaran islam karena hakikat hidup adalah bergerak, dan geak adalah
perubahan. Dengan ajaran khudinya, ia mengemukakan pandangan yang diamis
tentang kehidupan dunia.
d.
Dosa
Iqbal secara tegasmenyatakkan dalam seluruh kuliahnya bahwa
Al-Qur’an menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang bersifat
kreatif. Timbulnya ego terbatas yang memiliki kemampuan unuk memilih. Allah
telah menyerahkan tanggung jawab yang penuh risiko ini, menunjukkan
kepercatyaan_nya yang besar kepada manusia. Maka kewajiban manusiaa adalah
membenarkan adanya kepercayaan ini. Namun, penakuan terhadap kemandirian
(manusia) itu melibatkan pengakuan terhadap semua ketidaksempurnaan yang timbul
dai keterbatasan kemandirian itu.
e.
Surga dan Neraka
Surga dan neraka, kata Iqbal adalah keadaan, bukan tempat.
Gambaran-gambaran tentang keduanya di dalam Al-quran adalah
penampilan-penampilan kenyataan batin secara visual, yaitu sifatnya. Neraka,
menurut rumusan Alqur’an adalah api Allah yang menyala-nyala dan meembumbung ke
atas hati. Surga adalah kegembiraan karena mendapatkan kemenangan dalam
mengatasi berbagai dorongan yang menuju kepada perpecahan. Kehidupan ini hanya
satu dan berkesinambungan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Syekh Muhammad Abduh nama lengkapnya Muhammad
bin Abduh Bin Hasan Khoirulloh dilahirkan di desa Mahallt Nashr kabupaten Al
Buhairah, Mesir pada tahun 1849 M. ia bukan berasal dari keturunan yang kaya
bukan pula keturunan bangsawan. Namun
demikian, ayahnya dikenal sebagai orang terhormat yang suka member pertolongan.
Kekerasan yang diterapkan penguasa-penguasa Muhammad Ali dalam memungut pajak
menyebabkan penduduk berpindah-pindah tempat untuk menghindarinya. Abduh
sendiri dilahirkan dalam kondisi yang penuh kecemasan ini.
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1873. Ia berasal dari keluarga
kasta Brahmana Khasmir. Ayahnya berrnama Nur Muhammad yang terkenal saleh. Guru
pertama Iqbal adalah ayahnya sendiri kmudian dimasukkan ke sebuah maktab.
Kemudian dimasukkan Scottish Mission School. Dibawa bimbingan Mir Hasan ia
diberi pelajaran agama, bahasa arab, dan bahasa perancis. Kemudian ia belajar
di Government College, Lahore, India. Disini ia bertemu dengan Thomas Arnold
seorang guru besar filsafat di universitas tersebut.
Daftar Pustaka
Rozak, Abdul, Rosihan, Anwar. Ilmu kalam. CV Pustaka Setia,
Bandung 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar